Mau Pasang Iklan, Hub Biro Iklan, Aulia Advertising, Telp 0813 8468 1151
Aulia PROPERTY,MEMASARKAN BALE PERIGI, PURI SINAR PAMULANG, PESONA ALAM CIPUTAT, CLUSTER Tsb Ready Stock Telp 081384681151

Menyelenggarakan Umrah Dan Haji Plus

Menyelenggarakan Umrah Dan Haji Plus
Spesialis cetak/sablon spanduk kain promosi,SPANDUK KAIN Dwitama Advertising Benda Baru, Pamulang, Tangsel Telp, 0856 7386 103, 0813 8468 1151

Jumat, 07 Februari 2014

Tahukah...Anda ALLah Telah Membeli Harta Dan Jiwa Kita....?

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka”. (At Taubáh: 111)

Ketika kota Madinah ditimpa kemarau panjang, harga-hargà barang keperluan di pasar mula meninggi. Sem
entara itu persediaan (stok) makanan semakin berkurangan. Di saat krisis seperti itu datanglah serombongan kafilah dagang dengan puluhan ekor unta yang membawa màkanan, tepung, gandum, minyak zaitun, dan lain-lain dalam jumlah yang cukup untuk selüruh penghuni Madinah. Para pedagang mulai sibuk mencari siapa pemilik barang dagangan yang sangat diperlukan warga kota ini. Mereka segera menyambut barang tersebut dengan harapan mendapat kesempatan sebagai pengedar. Selidik punya selidik ternyata Utsman bin Affan RA iaitu menantu Rasulullah SAW itulah pemilik bahan-bahan makanan berharga tersebut.

Para pedagang tentu saja merasa gembira karena Utsman bin Affan RA termasuk hartawan yang jujur dan tidak pernah merugikan orang lain. Mereka segera menawarkan tawaran keuntungan kepada Utsman bin Affan RA.

“Saya siap memberi anda 4 persen”, kata salah seorang mereka, “Saya beri 5 persen!”, “Saya 10 persen”. “Saya berani 20 persen”, kata mereka menawarkan pemberiannya. Utsman bin Affan RA tersenyum melihat tingkah laku para pedagang itu. Beliau berkata, “Saya akan menjualnya kepada pemberi keuntungan tertinggi”. “Berapa keinginanmu?”, tanya para pedagang itu.

“Siapa yang dapat memberi 700 kali lipat akan aku berikan”, kata Utsman bin Affan RA pula.

Para pedagang itu terdiam semua karena terkejut dengan permintaan Utsman bin Affan RA. “Nah, para pedagang sekalian”, kata Utsman bin Affan RA, “Saksikanlah. Saya akan menjual barang- barang ini kepada Allah yang memberi pahala 700 kali lipat, bahkan berlipat ganda lebih dari itu. Tidakkah kalian dengar firman Allah SWT” Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keredhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.. (Al Baqarah: 265)

Kita Berjual Beli dengan ALLAH SWT

Apakah pandangan yang mendasari pemikiran Utsman bin Affan RA dalam kisah di atas? Hubungan seorang hamba yang beriman (mu’min) dengan Allah seperti hubungan antara penjual dan pembeli. Mu’min bertindak sebagai penjual sedangkan Allah sebagai pembelinya. Jual beli dengan Allah pada mulanya berdasarkan penawaran dari Allah sendiri, “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih ?” (As Shaff : 10)

Seorang mu’min, seperti halnya Utsman bin Affan RA, menyambut penawaran Allah ini dengan suka cita. Namun, apa yang dapat dijualnya kepada Allah yang menciptakan segala sesuatu di alam semesta termasuk dirinya sendiri? Alangkah uniknya, kita ini ciptaan Allah dan milik-Nya belaka namun dapat dibeli oleh-Nya dengan harga yang sangat mahal yaitu dengan “bebas dari api neraka”. Adakah jual yang lebih menguntungkan dari keselamatan dari api neraka?

Apakah yang dapat diberikan kepada Allah untuk menebus diri ini dari adzab yang pedih? Allah memberikan jawaban yang jelas tentang ini dalam huraian ayat tersebut, “(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu Mengetahuinya”. (As Shoff: 11)

Artinya, untuk dapat berjual beli dengan Allah, setiap mu’min hendaknya beriman kepada Allah dan Rasulnya, yaitu beriman kepada pengertian syahadat Laailaha illa-llah dan ma’na syahadat Muhammadur Rasulullah dengan sesungguhnya. Kemudian berjihad di jalan Allah baik dengan harta maupun nyawa. Itulah yang dapat diberikan kepada Allah. Maka seruan Allah dan sambutan mu’min ini diabadikan dalam ayat lain dari Kitabullah yang mulia dengan ungkapan,

“Sesungguhnyà Allah telah membeli dari orang-orang mü’min, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka dibunuh atau terbunuh. Itu yang menjadi janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al Qur-an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan, dan itulah kemenangan yang besar”. (At Taubah: 111)

Apakah yang dituntut dari seorang yang telah menjual dirinya kepada Allah? Pernyataan ayat: “mereka berperang di jalan Allah “, menunjukkan bahwa orang yang beriman siap mengorbankan apa saja, termasuk nyawanya, untuk menepati perjanjiannya dengan Allah. Seluruh hidupnya merupakan realisasi menepati perjanjian ini.

Konsekuensinya, mu’min dan mu’minah tidak lagi memiliki kebebasan untuk menolak beban tugas yang Allah berikan kepadanya. Dengan demikian ia menjadikan hidupnya untuk berjihad di jalan Allah dan cita-cita tertingginya adalah syahid fi sabilillah. Untuk itu, Allah pasti akan membayar harganya yaitu syurga dan segala keni’matan di dalamnya.

Hakikat Perdagangan

Seorang penjual yang baik tentu akan menjual produk dagangan yang berkualiti. Sehingga semakin tinggi kualiti dagangannya semakin mahal harganya. Karena yang dijual orang yang beriman kepada Allah adalah harta dan dirinya dalam bentuk kerja, maka semua yang dimiliki dan dilakukan mu’min wajib diniatkan untuk Allah. Itulah jalan untuk memperoleh nilai pembelian yang tinggi di sisi Allah.

Dengan jual beli di atas, dalam menjalani hidupnya hendaknya seorang mu’min bersungguh-sungguh untuk mengislamisasikan dirinya dalam hal: keyakinan, cara berfikir, perasaan, maupun perbuatannya. Setelah itu, dia pun wajib menegakkan Islam di dalam rumah tangganya, masyarakat dan bangsanya, bahkan di seluruh dunia. Caranya ialah dengan meneladani mehnah tribulasi orang-orang beriman sebelumnya. Yaitu mereka yang hidup dalam hidayah Allah dan telah membuktikan janji mereka di hadapan Allah.

Kisah Utsman bin Affan RA diatas baru segelintir contoh sikap orang beriman dalam mencari redha Allah, beliau berkeyakinan bahwa Allah akan memberikan pahala berlipat ganda terhadap pengorbanannya, menolong warga Madinah yang menghadapi kemarau panjang dengan pahala berlipat ganda. Bukankah Allah sendiri menyatakan, “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak”. (Al-hadid: 11).
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka”. (At Taubáh: 111)

Ketika kota Madinah ditimpa kemarau panjang, harga-hargà barang keperluan di pasar mula meninggi. Sementara itu persediaan (stok) makanan semakin berkurangan. Di saat krisis seperti itu datanglah serombongan kafilah dagang dengan puluhan ekor unta yang membawa màkanan, tepung, gandum, minyak zaitun, dan lain-lain dalam jumlah yang cukup untuk selüruh penghuni Madinah. Para pedagang mulai sibuk mencari siapa pemilik barang dagangan yang sangat diperlukan warga kota ini. Mereka segera menyambut barang tersebut dengan harapan mendapat kesempatan sebagai pengedar. Selidik punya selidik ternyata Utsman bin Affan RA iaitu menantu Rasulullah SAW itulah pemilik bahan-bahan makanan berharga tersebut.

Para pedagang tentu saja merasa gembira karena Utsman bin Affan RA termasuk hartawan yang jujur dan tidak pernah merugikan orang lain. Mereka segera menawarkan tawaran keuntungan kepada Utsman bin Affan RA.

“Saya siap memberi anda 4 persen”, kata salah seorang mereka, “Saya beri 5 persen!”, “Saya 10 persen”. “Saya berani 20 persen”, kata mereka menawarkan pemberiannya. Utsman bin Affan RA tersenyum melihat tingkah laku para pedagang itu. Beliau berkata, “Saya akan menjualnya kepada pemberi keuntungan tertinggi”. “Berapa keinginanmu?”, tanya para pedagang itu.

“Siapa yang dapat memberi 700 kali lipat akan aku berikan”, kata Utsman bin Affan RA pula.

Para pedagang itu terdiam semua karena terkejut dengan permintaan Utsman bin Affan RA. “Nah, para pedagang sekalian”, kata Utsman bin Affan RA, “Saksikanlah. Saya akan menjual barang- barang ini kepada Allah yang memberi pahala 700 kali lipat, bahkan berlipat ganda lebih dari itu. Tidakkah kalian dengar firman Allah SWT” Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keredhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.. (Al Baqarah: 265)

Kita Berjual Beli dengan ALLAH SWT

Apakah pandangan yang mendasari pemikiran Utsman bin Affan RA dalam kisah di atas? Hubungan seorang hamba yang beriman (mu’min) dengan Allah seperti hubungan antara penjual dan pembeli. Mu’min bertindak sebagai penjual sedangkan Allah sebagai pembelinya. Jual beli dengan Allah pada mulanya berdasarkan penawaran dari Allah sendiri, “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih ?” (As Shaff : 10)

Seorang mu’min, seperti halnya Utsman bin Affan RA, menyambut penawaran Allah ini dengan suka cita. Namun, apa yang dapat dijualnya kepada Allah yang menciptakan segala sesuatu di alam semesta termasuk dirinya sendiri? Alangkah uniknya, kita ini ciptaan Allah dan milik-Nya belaka namun dapat dibeli oleh-Nya dengan harga yang sangat mahal yaitu dengan “bebas dari api neraka”. Adakah jual yang lebih menguntungkan dari keselamatan dari api neraka?

Apakah yang dapat diberikan kepada Allah untuk menebus diri ini dari adzab yang pedih? Allah memberikan jawaban yang jelas tentang ini dalam huraian ayat tersebut, “(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu Mengetahuinya”. (As Shoff: 11)

Artinya, untuk dapat berjual beli dengan Allah, setiap mu’min hendaknya beriman kepada Allah dan Rasulnya, yaitu beriman kepada pengertian syahadat Laailaha illa-llah dan ma’na syahadat Muhammadur Rasulullah dengan sesungguhnya. Kemudian berjihad di jalan Allah baik dengan harta maupun nyawa. Itulah yang dapat diberikan kepada Allah. Maka seruan Allah dan sambutan mu’min ini diabadikan dalam ayat lain dari Kitabullah yang mulia dengan ungkapan,

“Sesungguhnyà Allah telah membeli dari orang-orang mü’min, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka dibunuh atau terbunuh. Itu yang menjadi janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al Qur-an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan, dan itulah kemenangan yang besar”. (At Taubah: 111)

Apakah yang dituntut dari seorang yang telah menjual dirinya kepada Allah? Pernyataan ayat: “mereka berperang di jalan Allah “, menunjukkan bahwa orang yang beriman siap mengorbankan apa saja, termasuk nyawanya, untuk menepati perjanjiannya dengan Allah. Seluruh hidupnya merupakan realisasi menepati perjanjian ini.

Konsekuensinya, mu’min dan mu’minah tidak lagi memiliki kebebasan untuk menolak beban tugas yang Allah berikan kepadanya. Dengan demikian ia menjadikan hidupnya untuk berjihad di jalan Allah dan cita-cita tertingginya adalah syahid fi sabilillah. Untuk itu, Allah pasti akan membayar harganya yaitu syurga dan segala keni’matan di dalamnya.

Hakikat Perdagangan

Seorang penjual yang baik tentu akan menjual produk dagangan yang berkualiti. Sehingga semakin tinggi kualiti dagangannya semakin mahal harganya. Karena yang dijual orang yang beriman kepada Allah adalah harta dan dirinya dalam bentuk kerja, maka semua yang dimiliki dan dilakukan mu’min wajib diniatkan untuk Allah. Itulah jalan untuk memperoleh nilai pembelian yang tinggi di sisi Allah.

Dengan jual beli di atas, dalam menjalani hidupnya hendaknya seorang mu’min bersungguh-sungguh untuk mengislamisasikan dirinya dalam hal: keyakinan, cara berfikir, perasaan, maupun perbuatannya. Setelah itu, dia pun wajib menegakkan Islam di dalam rumah tangganya, masyarakat dan bangsanya, bahkan di seluruh dunia. Caranya ialah dengan meneladani mehnah tribulasi orang-orang beriman sebelumnya. Yaitu mereka yang hidup dalam hidayah Allah dan telah membuktikan janji mereka di hadapan Allah.

Kisah Utsman bin Affan RA fan diatas baru segelintir contoh sikap orang beriman dalam mencari redha Allah, beliau berkeyakinan bahwa Allah akan memberikan pahala berlipat ganda terhadap pengorbanannya, menolong warga Madinah yang menghadapi kemarau panjang dengan pahala berlipat ganda. Bukankah Allah sendiri menyatakan, “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak”. (Al-hadid: 11).