Mau Pasang Iklan, Hub Biro Iklan, Aulia Advertising, Telp 0813 8468 1151
Aulia PROPERTY,MEMASARKAN BALE PERIGI, PURI SINAR PAMULANG, PESONA ALAM CIPUTAT, CLUSTER Tsb Ready Stock Telp 081384681151

Menyelenggarakan Umrah Dan Haji Plus

Menyelenggarakan Umrah Dan Haji Plus
Spesialis cetak/sablon spanduk kain promosi,SPANDUK KAIN Dwitama Advertising Benda Baru, Pamulang, Tangsel Telp, 0856 7386 103, 0813 8468 1151

Senin, 05 Januari 2015

Ternyata Hidup Di Dunia Benar- Benar Hanya Sementara

[  ] ⌛1,5 JAM SAJA :::

السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
بسم الله الرحمن الرحيم

Ternyata cuma 1,5 jam saja kita hidup di dunia ini
⏰⌚⏰⌚⏰⌚⏰
Mari kita lihat berdasarkan Al-Qur'an sebagai sumber
kebenaran absolut.

1 hari akhirat = 1000 tahun .. (QS. Al-Hajj:47)
24 jam akhirat = 1000 tahun ..
3 jam akhirat = 125 tahun .....
1,5 jam akhirat = 62,5 tahun ..
⏰⌚⏰⌚⏰⌚⏰
Apabila umur manusia itu rata-rata 60-70 tahun, maka hidup manusia ini jika dilihat dari langit hanyalah 1,5 jam saja. Pantaslah kita selalu diingatkan masalah waktu.

Ternyata hanya satu setengah jam saja yang akan menentukan kehidupan abadi kita kelak, hendak di Surga atau Neraka.
(QS. Fathir:15, An-Nisa:170)

Cuma satu setengah jam saja cobaan hidup, maka bersabarlah. (QS. Al-Muddaththir:7, At-Thur:48, Az-Zumar:10)

Demikian juga hanya satu setengah jam saja kita harus menahan nafsu dan mengganti dengan sunnah-Nya. (QS. Yusuf:53, Al-Ahzab:38)

"Satu Setengah Jam" sebuah perjuangan yang teramat singkat dan Allah akan mengganti dengan surga Ridha Allah. (QS.At-Tawbah:72, Al-Bayyinah:8, An-Nisa:114)

Maka berjuanglah untuk mencari bekal perjalanan panjang nanti. (QS. Al-Hashr:18, Ash-Shura:20, Ali-Imron:148, Al-Qashas:77)

Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal (dibumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui." (QS. Al-Mu'minuun:114)

#Semoga bermanfaat ..smangat mengisi hari penuh keberkahan...
 
�� : Ust. Khalid Basalamah حفظه الله تعالى
 [  ] BBG طالب العلم اخوات  |

Jumat, 02 Januari 2015

Cara Meredam Marah Pada Istri

KETIKA MARAH DENGAN ISTRIMU, PANDANGI DIA KETIKA TIDUR

“Assalaamu’alaikum…!” Ucapnya lirih saat memasuki rumah.
Tak ada orang yang menjawab salamnya. Ia tahu istri dan anak-anaknya pasti sudah tidur. Biar malaikat yang menjawab salamku,” begitu pikirnya. Melewati ruang tamu yang temaram, dia menuju ruang kerjanya. Diletakkannya tas, ponsel dan kunci-kunci di meja kerja. Setelah itu, barulah ia menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berganti pakaian.
Sejauh ini, tidak ada satu orang pun anggota keluarga yang terbangun. Rupanya semua tertidur pulas. Segera ia beranjak menuju kamar tidur. Pelan-pelan dibukanya pintu kamar, ia tidak ingin mengganggu tidur istrinya.

Benar saja istrinya tidak terbangun, tidak menyadari kehadirannya. Kemudian Amin duduk di pinggir tempat tidur. Dipandanginya dalam-dalam wajah Aminah, istrinya. Amin segera teringat perkataan almarhum kakeknya, dulu sebelum dia menikah. Kakeknya mengatakan,
Jika kamu sudah menikah nanti, jangan berharap kamu punya istri yang sama persis dengan maumu.
Karena kamupun juga tidak sama persis dengan maunya.
Jangan pula berharap mempunyai istri yang punya karakter sama seperti dirimu. Karena suami istri adalah dua orang yang berbeda.
Bukan untuk disamakan tapi untuk saling melengkapi.
Jika suatu saat ada yang tidak berkenan di hatimu, atau kamu merasa jengkel, marah, dan perasaan tidak enak yang lainnya, maka lihatlah ketika istrimu tidur....

“Kenapa Kek, kok waktu dia tidur?” tanya Amin kala itu.
“Nanti kamu akan tahu sendiri,” jawab kakeknya singkat.

Waktu itu, Amin tidak sepenuhnya memahami maksud kakeknya, tapi ia tidak bertanya lebih lanjut, karena kakeknya sudah mengisyaratkan untuk membuktikannya sendiri.

Malam ini, ia baru mulai memahaminya. Malam ini, ia menatap wajah istrinya lekat-lekat. Semakin lama dipandangi wajah istrinya, semakin membuncah perasaan di dadanya. Wajah polos istrinya saat tidur benar-benar membuatnya terkesima. Raut muka tanpa polesan, tanpa ekspresi, tanpa kepura-puraan, tanpa dibuat-buat. Pancaran tulus dari kalbu. Memandaginya menyeruakkan berbagai macam perasaan.
Ada rasa sayang, cinta, kasihan, haru, penuh harap dan entah perasaan apa lagi yang tidak bisa ia gambarkan dengan kata-kata. Dalam batin, dia bergumam,

“Wahai istriku, engkau dulu seorang gadis yang leluasa beraktifitas, banyak hal yang bisa kau perbuat dengan kemampuanmu. Aku yang menjadikanmu seorang istri. Menambahkan kewajiban yang tidak sedikit. Memberikanmu banyak batasan, mengaturmu dengan banyak aturan. Dan aku pula yang menjadikanmu seorang ibu. Menimpakan tanggung jawab yang tidak ringan. Mengambil hampir semua waktumu untuk aku dan anak-anakku.

Wahai istriku, engkau yang dulu bisa melenggang kemanapun tanpa beban, aku yang memberikan beban di tanganmu, dipundakmu, untuk mengurus keperluanku, guna merawat anak-anakku, juga memelihara rumahku. Kau relakan waktu dan tenagamu melayaniku dan menyiapkan keperluanku. Kau ikhlaskan rahimmu untuk mengandung anak-anakku, kau tanggalkan segala atributmu untuk menjadi pengasuh anak-anakku, kau buang egomu untuk menaatiku, kau campakkan perasaanmu untuk mematuhiku.

Wahai istriku, dikala susah, kau setia mendampingiku. Ketika sulit, kau tegar di sampingku. Saat sedih, kau pelipur laraku. Dalam lesu, kau penyemangat jiwaku. Bila gundah, kau penyejuk hatiku. Kala bimbang, kau penguat tekadku. Jika lupa, kau yang mengingatkanku. Ketika salah, kau yang menasehatiku.

Wahai istriku, telah sekian lama engkau mendampingiku, kehadiranmu membuatku menjadi sempurna sebagai laki-laki. Lalu, atas dasar apa aku harus kecewa padamu?
Dengan alasan apa aku perlu marah padamu?
Andai kau punya kesalahan atau kekurangan, semuanya itu tidak cukup bagiku untuk membuatmu menitikkan airmata. Akulah yang harus membimbingmu. Aku adalah imammu, jika kau melakukan kesalahan, akulah yang harus dipersalahkan karena tidak mampu mengarahkanmu. Jika ada kekurangan pada dirimu, itu bukanlah hal yang perlu dijadikan masalah. Karena kau insan, bukan malaikat.

Maafkan aku istriku, kaupun akan kumaafkan jika punya kesalahan. Mari kita bersama-sama untuk membawa bahtera rumahtangga ini hingga berlabuh di pantai nan indah, dengan hamparan keridhoan Allah swt. Segala puji hanya untuk Allah swt yang telah memberikanmu sebagai jodohku.”

Tanpa terasa airmata Amin menetes deras di kedua pipinya. Dadanya terasa sesak menahan isak tangis. Segera ia berbaring di sisi istrinya pelan-pelan. Tak lama kemudian iapun terlelap.

***
Jam dinding di ruang tengah berdentang dua kali. Aminah, istri Amin, terperanjat
“Astaghfirullaah, sudah jam dua?”
Dilihatnya sang suami telah pulas di sampingnya. Pelan-pelan ia duduk, sambil memandangi wajah sang suami yang tampak kelelahan. “Kasihan suamiku, aku tidak tahu kedatangannya. Hari ini aku benar-benar capek, sampai-sampai nggak mendengar apa-apa. Sudah makan apa belum ya dia?” gumamnya dalam hati.

Mau dibangunkan nggak tega, akhirnya cuma dipandangi saja. Semakin lama dipandang, semakin terasa getar di dadanya. Perasaan yang campur aduk, tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, hanya hatinya yang bicara.

“Wahai suamiku, aku telah memilihmu untuk menjadi imamku. Aku telah yakin bahwa engkaulah yang terbaik untuk menjadi bapak dari anak-anakku. Begitu besar harapan kusandarkan padamu. Begitu banyak tanggungjawab kupikulkan di pundakmu.

“Wahai suamiku, ketika aku sendiri kau datang menghampiriku. Saat aku lemah, kau ulurkan tanganmu menuntunku. Dalam duka, kau sediakan dadamu untuk merengkuhku. Dengan segala kemampuanmu, kau selalu ingin melindungiku.

“Wahai suamiku, tidak kenal lelah kau berusaha membahagiakanku. Tidak kenal waktu kau tuntaskan tugasmu. Sulit dan beratnya mencari nafkah yang halal tidak menyurutkan langkahmu. Bahkan sering kau lupa memperhatikan dirimu sendiri, demi aku dan anak-anak.

“Lalu, atas dasar apa aku tidak berterimakasih padamu, dengan alasan apa aku tidak berbakti padamu? Seberapapun materi yang kau berikan, itu hasil perjuanganmu, buah dari jihadmu. Jika kau belum sepandai da’i dalam menasehatiku, tapi kesungguhanmu beramal shaleh membanggakanku. Tekadmu untuk mengajakku dan anak-anak istiqomah di jalan Allah membahagiakanku.

“Maafkan aku wahai suamiku, akupun akan memaafkan kesalahanmu. Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah yang telah mengirimmu menjadi imamku. Aku akan taat padamu untuk mentaati Allah swt. Aku akan patuh kepadamu untuk menjemput ridho-Nya..”

Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrota'ayun waj'alna lil muttaqiina imaamaa.

Share buat yang sudah berkeluarga, buat yang sayang istri or suami wajib share