KAKEK BUYUT KITA JUGA DIGDAYA
Oleh : pak Agus Balung
Rasulullah SAW adalah hamba Allah yang sangat mulia,
yang karena kemuliannya itulah, Allah dan para malaikat bershalawat
kepadanya. Namun demikian Rasulullah yang sangat mulia ini tidak sakti mandraguna sebagaimana layaknya “Super
Hero” masa kini. Nabi dan para sahabat dalam perang Badar dan perang
Uhud, kulitnya robek oleh panah, tombak dan pedang kaum musyrikin.
Bahkan berpuluh sahabat gugur, mati syahid dalam menegakkan agama Allah,
sementara dalam riwayat disebutkan, Rasulullah juga tanggal giginya
dalam peperangan.
Sementara
kita tidak bisa menutup mata akan adanya cerita tentang nenek moyang
kita yang katanya sakti mandraguna, kebal senjata tajam atau tidak
mempan timah panas, atau seabrek kedidgdayaan-kedigdayaan yang lainnya.
Sampai sekarang juga, fenomena itu terkadang masih kita saksikan
keberadaannya di tengah masyarakat. Ada atraksi kekebalan, pamer
kesaktian dan unjuk kekuatan. Media massa pun ramai mengekspos kehebatan
mereka, dengan julukan si manusia digdaya, orang hebat, jawara pilih
tanding, pendekar sakti mandraguna, makhluk terkuat, atau sosok yang
luar biasa,
Meskipun
kita tidak tahu secara persis, bagaimana
orang-orang itu memperoleh ‘kesaktiannya’.
Ritual apa saja yang telah mereka jalani. Lelaku apa saja yang telah
mereka lakoni. Apakah yang ada di hadapan kita itu hanya “trik”
atau memang “mistik”.
Apakah
atraksi kehebatan yang ada itu sihir atau permainan alat-alat mutakhir,
kita tidak tahu.
Yang
kita tahu hanya, Mereka sekarang sudah menjadi orang hebat, lalu kita
ingin meniru kehebatannya. Ingin belajar dan berguru kepadanya’.
Akhirnya, ilmu agama kita abaikan dan
kita remehkan. Sementara ilmu kesaktian, kita cari-cari dan kita
pelajari. Astaghfirullah.
Pertanyaan
yang mendasar sekarang adalah, kalau di zaman Rasulullah dan para
shahabatnya, ilmu kesaktian dan kedigdayaan seperti itu tidak diajarkan,
lalu sekarang kita mengenal adanya ilmu semacam itu, “Dari mana datangnya ilmu tersebut, siapa yang
meramunya dan siapa yang mengajarkannya pertama kali ?
Mengapa
ilmu itu dimasukkan ke dalam ilmu Hikmah sehingga merancukan pengertian
ilmu Hikmah yang terkandung dalam al-Qur’an?
Apakah
ini merupakan upaya musuh-musuh Islam untuk memalingkan para generasi
Islam dari syaria’t dan sunnah Rasulullah Atau ilmu seperti itu
merupakan penestrasi ajaran agama lain ke Islam, atau akulturasi budaya
nenek moyang yang diklaim sebagai bagian ajaran Islam oleh orang-orang
Islam sendiri ?
Sungguh
merupakan pertanyaan yang jawabannya memerlukan kajian yang panjang dan
melelahkan.
Ilmu Hikmah yang identik dengan kedigdayaan ternyata lebih
berkembang dan dominan
Sampai saat ini, ilmu Hikmah yang berkembang di masyarakat adalah ilmu hikmah yang identik dengan ilmu kesaktian dan olah kanuragan. Sehingga terformat dalam benak masyarakat yang tidak suka dengan ilmu sejenis itu rasa dan sikap kebencian terhadap ilmu Hikmah itu sendiri. Dan itu merupakan keberhasilan mereka dalam merusak citra ilmu Hikmah yang sebenarnya.
Padahal
ilmu hikmah itu hakikatnya bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits.
Orang bisa dikatakan sebagai ahli hikmah
(al-Hakim), karena ucapan dan perbuatannya sesuai dengan dua
sumber yang suci tersebut.
Apabila
menyimpang dari keduanya, bukan ahli Hikmah namanya.
Di
sisi lain, karena pengertian dari ilmu Hikmah sudah diputar balikkan,
akhirnya generasi Islam banyak yang menganggap bahwa ilmu Hikmah yang
berkembang di masyarakat dewasa ini adalah bagian dari ilmu Islam. Tidak
berbahaya atau berdosa untuk dipelajari, bahkan malah harus atau wajib
Media
massa punya peran penting dalam memblow-up praktik praktik ilmu
kesaktian tersebut.
Banyaknya
iklan yang ada, memudahkan bagi siapa saja untuk belajar ilmu olah
kanuragan itu. Apalagi ada propaganda bahwa mempelajari ilmu itu cukup
mudah dan murah. Ada yang mengajarkannya dengan mahar (bayar), dan ada
juga yang memberikannya secara gratis. Dalam semalam, mereka menjanjikan
sesuatu yang luar biasa. Bisa kebal dan sakti, uji coba di tempat.
Tidak terbukti, uang kembali. Sakti dalam sesaat. Siapa makhluk yang
membantu mereka?
Karena
instan, mudah dan cepat itulah, banyak generasi
muda tergiur untuk belajar, entah itu laki atau
perempuan, mereka sangat antusias berburu ilmum Hikmah yang “Wah”
itu. Mereka lebih suka puasa mutih berhari-hari,
dari pada puasa Senin-Kamis sebagaimana yang diajarkan Rasulullah.
Mereka lebih suka bangun malam, shalat dua rakaat lalu merapal mantra
(wirid) sampai pagi, dari pada shalat tahajjud dan witir atau baca
al-Qur’an. Mereka suka mendatangi perguruan kesaktian, daripada datang
ke majlis ta’lim yang mengajarkan al-Qur’an dan tafsirnya. Mereka lebih
suka mengamalkan Rajah, Isim, Wifiq dan Hizib dari pada do’a-do’a yang
berasal dari Rasulullah. Mereka lebih percaya diri dengan membawa jimat
ke mana-mana dari pada membaca do’a-do’a yang telah dicontohkan
Rasulullah.
Ironis
memang, tapi itulah yang sekarang pesat berkembang dan dominan.
Padahal
dalam haditsnya, Rasulullah menyatakan, “Tidak ada
amalan (perbuatan) yang bisa mendekatkan pelakunya ke surga, kecuali aku
telah memerintahkannya. Dan tidak ada amalan (perbuatan) yang bisa
mendekatkan pelakunya ke neraka, kecuali aku telah melarangnya.
Janganlah kalian bermalas-malasan untuk mencari rizki. Karena malaikat
Jibril telah memberitahukan kepada diriku, bahwa tidak seorangpun dari
kalian mati, kecuali rizki yang ditakdirkan telah diterimanya. Maka
takutlah kalian kepada Allah wahai manusia, dan carilah rizki dengan
cara yang baik. Apabila kalian merasa rizkinya seret, janganlah
mencarinya dengan cara maksiat. Karena karunia Allah tidak bisa
diperoleh dengan cara masiat (salah).” (HR.
Hakim, no. 2136).
Dalam
riwayat lain, Abu Hurairah berkata bahwasannya ia telah mendengar
Rasulullah bersabda, “Apa yang aku larang, tinggalkanlah.
Dan apa yang aku perintahkan, laksanakanlah sesuai dengan kemampuan
kalian. Karena yang menyebabkan binasanya umat sebelum kalian adalah
banyaknya pertanyaan mereka dan menyimpangnya mereka dari sunnah nabi
mereka.” (HR. Muslim, no. 4348).