Pada tanggal 18 Rabiul Akhir 1224 H yg bertepatan dengan tahun 1809 M, Habib Abdurrahman ibn Alwi Al Habsy yg lebih dikenal dengan sebutan Habib Bugak Aceh (beliau sendirilah yg membuat julukan tersebut dan mengenalkan diri kepada siapa pun dengan sebutan tersebut karena katawadhu'-annya) mendatangi Mahkamah Syari'ah Kekhalifahan Utsmaniyah yg berada di Makkah Al Mukarramah. Di hadapan Mahkamah Syari'ah tersebut, beliau mengikrarkan wakaf atas sebidang tanah dan bangunan dua lantai yg berada di Qashashiyah (kawasan ini kemudian menjadi bagian dari Masjidil Haram ketika mengalami perluasan pada era berdirinya Kerajaan Saudi Arabia di bawah kepemimpinan Raja Saud ibn Abdulaziz pada tahun 1935).
Di hadapan Hakim Mahkamah Syari'ah tersebut, Habib Abdurrahman ibn Alwi Al Habsy melakukan ikrar wakaf dan ikrar tersebut didokumentasikan oleh Mahkamah Syari'ah dengan kop surat dan stempel resmi Kekhilafahan Utsmaniyah. Berikut isi ikrar tersebut:
"Yang kita muliakan Haji Habib Bugak Aceh, dengan leluasa dan ikhlas telah mempersembahkan untuk dirinya akan bermanfaat bagi hartanya, dan semata-mata mengharap keridhaan Allah, serta menantikan fahala yg besar dari hari pembalasan Allah bagi orang-orang yg berbuat kebaikan, kita bersandar pada pengamalan sabda dari Rasulullah saw (Apabila anak cucu Adam meninggal dunia, putuslah segala amal kebaikannya kecuali tiga perkara, sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh).
Telah datang menghadap yang kita muliakan Haji Habib Bugak Aceh ke hadapan Maulana Hakim Syara’ di majlis beliau dan dia telah mewakafkan dan menahan hartanya menjadi sedekah jariah, serta membelanjakan hartanya di jalan Allah, dan itu adalah sebentang tanah dan padanya terdapat rumah di kawasan Qashashiyah di Makkah Al Mukarramah”.
Wakaf dari Habib Bugak Asyi ini pun bukan tanpa syarat, beliau mensyaratkan tanah dan bangunan yg diwakafkan tersebut diperuntukkan untuk:
1. Dijadikan tempat tinggal jamaah haji asal Aceh (Biladil Asyi).
2. Tempat tinggal orang asal Aceh (Muqimin min Biladil Asyi) yg menetap di Mekkah.
3. Sekiranya karena sesuatu sebab tidak ada lagi orang Aceh yg datang ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji, maka rumah wakaf ini digunakan untuk tempat tinggal para pelajar Jawi (muslimin Asia Tenggara) yg belajar di Makkah.
4. Sekiranya karena sesuatu sebab pelajar dari muslimin Asia Tenggara pun tidak ada lagi yang belajar di Makkah, maka rumah wakaf tersebut diserahkan kepada Imam Masjidil Haram untuk membiayai kebutuhan Masjidil Haram (Al Awqaf Al Asyi, Makkah Mukarramah, 1981: halaman 35).
Pada tahun 1935, karena perluasan Masjidil Haram, tanah dan rumah wakaf Habib Bugak Asyi ini pun diganti oleh Raja Saud ibn Abdulaziz. Oleh Nadzir (pengelola waqaf), Syaikh Mahmud ibn Abdulghani Asyi, kemudian dipindahkan menjadi dua bidang tanah di kawasan Ajyad (400 meter dari Masjidil Haram) dengan total luas tanah sebesar 1200 meter persegi.
Kini, wakaf Habib Bugak Asyi ini kemudian dikelola bekerjasama dengan Elaf Group dan Rayyana Group dengan dibangun dua buah hotel (Elaf Al Mashaer Hotel/hotel bintang 5 dan Rayyana Ajyad Hotel/hotel bintang 4) yg profitnya dibagikan kepada jamaah haji asal Aceh dengan profesional. Sehingga, setiap tahunnya, jamaah haji asal Aceh menikmati pengelolaan wakaf produktif ini sebesar SAR 1200-1400 atau setara dengan kurang lebih Rp. 5.000.000 per orang. Sementara setiap tahunnya, jamaah haji asal Aceh kurang lebih totalnya adalah 4000 orang. Artinya, dalam satu tahun, profit yg diberikan kepada masyarakat Aceh sebagai bentuk penunaian amanah dari Habib Bugak Asyi adalah 20 Milyar Rupiah. Sebuah angka yg fantastis.
Bukan cuma itu, manajemen Hotel Elaf Al Mashaer dan Hotel Rayyana Ajyad memberikan harga 'khusus' bagi jamaah Umroh dan Haji asal Indonesia yg melakukan reservasi di dua hotel tersebut. Masya Allah Tabarakallah.
Sayangnya, rupa-rupanya pemerintah Indonesia tergiur degan wakaf produktif ini. Pemerintah berencana mengambil alih wakaf Habib Bugak Asyi entah dengan alasan apa. Nilai wakaf tanahnya saja saat ini adalah 30 Trilyun Rupiah (harga tanah di Makkah saat ini berkisar sekitar 6 Milyar per meter persegi). Belum lagi bangunan dan profit atas pengelolaannya. Menggiurkan memang di tengah kondisi negara kita yg sedang terlilit hutang.
Bukan saja sekarang, upaya pengambil alihan wakaf Habib Bugak Asyi ini pun sudah dilakukan pada era Orde Baru pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Tercatat, Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Saudi Arabia pada saat itu, Prof. Dr. Ismail Suny, pernah melakukan lobi agar wakaf tersebut dipindah kelola menjadi milik pemerintah Republik Indonesia.
Namun, keinginan ini gagal. Bahkan, sejak adanya lobi dari pemerintah Indonesia kepada pemerintah Kerajaan Saudi Arabia saat itu untuk menyerahkan tanah wakaf Habib Bugak Asyi, pemerintah Kerajaan Saudi Arabia malah memperketat pengelolaan wakaf ini dengan menunjuk Syaikh Dr. Abdullathif Balthu untuk menjaga dan mengawasi tanah-tanah wakaf hamba-hamba Allah dari tangan-tangan jahil lagi serakah.
Saat ini, setelah sekian puluh tahun, rencana 'tidak baik' ini kemudian diulangi lagi. Ada apa ini? Sudah sebangkrut inikah negara kita sehingga tanah wakaf ulama Aceh pun ingin dikuasai? Allahu Musta'an...
Pemerintah harusnya belajar dari pengelolaan dana haji kepada Tabung Haji Malaysia yg sudah lama bekerjasama dengan pengusaha-pengusaha di Saudi Arabia untuk mengelola dana haji masyarakatnya yg kemudian diperuntukkan untuk pelayanan akomodasi jamaah haji asal Malaysia di Makkah Al Mukarramah, Madinah Al Munawwarah, Arafah, Muzdalifah dan Mina. Tidak perlu malu dan gengsi. Jumlah jamaah haji negara kita dengan dana hajinya jauh lebih besar daripada Malaysia. Jika dikelola dengan baik dan profesional, segala masalah jamaah haji terkait dengan pemondokan dan lain sebagainya bisa diatasi. Dana haji adalah untuk haji. Bukan untuk diakal-akali.
Semoga rencana ini (pengambil alihan tanah wakaf Habibana Abdurrahman ibn Alwi Al Habsyi atau Habib Bugak Asyi) digagalkan Allah swt. Amin.
Bék gata rebut tanah wakaf ulama kamoe!
*
Insert Picture: Ikrar Wakaf Habib Abdurrahman ibn Alwi Al Habsyi atas tanah dan bangunan kepada Mahkamah Syari'ah Makkah Al Mukarramah Kekhilafahan Utsmaniyah pada 18 Rabiul Akhir 1224 H/1809 M.
#AMI
#SelamatkanIndonesia
#LintasanPikiran
Menyembuhkan Insyaallah Penyakit Medis dan Non Medis,
1, Rukiyah
2. Bekam
3. Totok Syaraf, dll.
Untuk Konsultasi dan Pengobatan Langsung Hubungi
KH. Ibnu Suhada ( Abu Amir ) Telp 085216086856/087716352298