Rabu, 28 September 2016
Sabtu, 24 September 2016
Cinta Dan Benci Karena Allah Semata
Dalam Sunan At-Tirmidzi dan lain-lain, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalambersabda:
أَوْثَقُ عُرَى اْلإِيْمَانِ الْحُبُّ فِي اللهِ وَالْبُغْضُ فِي اللهِ. (رواه الترمذي).
“Tali iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR.At Tirmidzi)
Dalam riwayat lain, Rasulullah juga bersabda:
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ اْلإِيْمَانَ. (رواه أبو داود والترمذي وقال حديث حسن).
“Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan tidak memberi karena Allah, maka sungguh telah sempurna Imannya.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, ia mengatakan hadits hasan).
DISKUSI PUBLIK FISIP UIN JAKARTA, Ulil Abshar Abdalla : Islam liberal memang gagal! Soal Ekonomi-Politik, PP Muhammadiyyah Apresiasi HTI
Senin, 19 September 2016, HMJ Ilmu Politik FISIP UIN Jakarta menyelengarakan diskusi publik bertajuk “Islam Progresif : Kritik atas Islam Liberal”, hadir sebagai panelis, Ulil Abshar Abdalla (Co-Founder Jaringan Islam Liberal), Ali Munhanif (Peneliti di PPIM UIN Jakarta), Muhammad AlFayadl (Koordinator Front Nahdliyin untuk kedaulatan SDA), Danni Setiawan (Dosen FISIP UIN Jakarta, Pengurus Pusat Muhammadiyah), dan sebagai moderator adalah Nasir mahasiswa FISIP UIN Jakarta. Diskusi yang berlangsung di Aula Madya FISIP UIN Jakarta ini dipadati oleh mahasiswa dari UIN Jakarta dan juga kampus lain seperti Universitas Indonesia. Jalannya diskusi berlangsung cukup menarik, alur pembahasan panelis berfokus pada pandangan Islam terhadap isu ekonomi - politik.
Dalam paparannya Fayadlh mengajukan gagasan Islam Progresif, Ia banyak mengkritik sepak terjang Islam Liberal termasuk di antaranya sikap Islam liberal yang membela ekonomi pasar. Fayadlh mengkritik kapitalisme kemudian mengajukan wacana yang menurutnya lebih progresif yakni bagaimana Islam bisa menjawab realita ekonomi politik atas rusaknya kapitalisme, di antaranya ia contohkan bagaimana Islam mengatur produksi dan upah buruh yang menjadi problem dalam kapitalisme. Fayadlh juga mengkritik ekonomi syariah yang hari ini dipraktikan masih dalam bayang-bayang kapitalisme.
Atas kritikan dari Front Nahdyiyin Ulil tidak merasakan tidak ada hal yang istimewa bahkan Ia mengamini bahwa Islam liberal memang telah gagal. Baginya Islam liberal minus aksi hanya sekumpulan kalangan elitis saja. Terkait kapitalisme Ulil menyampaikan bahwa ia menunggu gerakan dari Islam kiri yang menurutnya sempat populer di era 60-70an, termasuk gerakan Islam kiri yang ada di Indonesia.
Atas kritikan dari Front Nahdyiyin Ulil tidak merasakan tidak ada hal yang istimewa bahkan Ia mengamini bahwa Islam liberal memang telah gagal. Baginya Islam liberal minus aksi hanya sekumpulan kalangan elitis saja. Terkait kapitalisme Ulil menyampaikan bahwa ia menunggu gerakan dari Islam kiri yang menurutnya sempat populer di era 60-70an, termasuk gerakan Islam kiri yang ada di Indonesia.
Panelis yang ketiga Danni, di antara paparannya mengajukan sebuah problem terkait fenomena riba, bahwa Islam jelas mengharamkan riba namun dalam kapitalisme di antara yang tidak bisa dipungkiri adalah unsur riba di dalamnya, beliau menjelaskan dengan memberi contoh Indonesia yang berhutang kepada asing, yang hutangnya berbasis riba, contoh lainnya juga beliau sebut yakni gedung UIN Jakarta ada yang dibangun dengan pinjaman dari bank yang juga berbasis riba. Atas fenomena ini beliau mengajukan pertanyaan bagaimana kemudian Islam menjawab fenomena tersebut.
Sedangkan Ali Munhanif dalam paparannya mengapresiasi Ulil dan Jaringan Islam Liberal sebagai sebuah diskursus pemikiran, Ali mendorong agar Indonesia menjadi negara yang modern dan sekuler.
Di sesi tanggapan dan pertanyaan, Penanya pertama menanyakan langsung kepada Ulil tentang kontribusi yang diberikan JIL untuk Indonesia. Dijawab secara spontan oleh Ulil, “Tidak ada”. Jawaban spontan tersebut diiringi tawa dari para peserta diskusi.
Penanggap kedua adalah Gustar mahasiswa yang memperkenalkan diri sebagai aktivis HTI, Ia mengapresiasi kajian yang dilakukan Fayadlh dari Front Nahdliyin terkait rusaknya kapitalisme. Ia menjelaskan Islam memiliki perbedaan yang tegas dengan sosialisme dan kapitalisme, Islam memiliki jawaban atas segala problematika termasuk tentang reklamasi dan tax amnesty. Ia juga menambahkan bahwa perlawanan terhadap hegemoni kapitalisme juga menjadi salah satu isu sentral yang diserukan Hizbut Tahrir.
Terkait Isu Islam dan Ekonomi-Politik Danni dosen Ilmu Politik yang juga Pengurus Pusat Muhamaddiyah mengapresiasi apa yang selama ini telah dilakukan HTI, menurutnya HTI sudah lebih dulu konsen menyikapi isu ekonomi-politik sebagaimana yang dituangkan dalam publikasi-publikasi HTI, bahkan ia menambahkan upaya judicial review yang dilakukan Muhammadiyah di antara landasannya mengutip hadis (annaasu syurakaau fi tsalasin ... ) yang telah lebih dulu disuarakan oleh HTI.
Di kesempatan tanggapan, Ulil menyampaikan pembelaannya terhadap kapitalisme sebagai ideologi yang akomodatif terhadap kritik meskipun telah mengalami berkali-kali krisis, ia juga menuding kalangan seperti HTI yang memperjuangkan sistem Islam sebagai kelompok agamawan yang tidak mengerti ekonomi dan sains dan tidak memiliki orang-orang pakar di bidang tersebut serta tidak empiris, tudingan Ulil spontan dibantah oleh peserta diskusi dari HTI bahwa apa yang disampaikan Ulil adalah tidak benar, Hizbut Tahrir memiliki para pakar dan juga empiris. Terlihat Ulil tidak bisa membela tudingannya yang dibantah. Kontak antara Ulil dan peserta dari HTI membuat riuh para peserta diskusi. [CHY]
Jumat, 09 September 2016
SETAN BISU DAN TOLAK PEMIMPIN KAFIR
Oleh Ahmad Ansori
Tulisan kali ini, Saya mengutarakan dukungan kepada teman seaqidah, _Mahasiswa UI yang bernama Boby Febry Krisdiyanto_. Pernyataan sikapnya yang ramai minggu ini dibicarakan membuat hati saya gemetar dan menarik kesimpulan untuk ikut mendukung terhadap penolakan Ahok olehnya sebagai konsekwensi keimanan saya kepada Allah sebagaimana yang terjadi pada Boby. Saya katakan ini bukan perkara rasis, namun ini perkara Iman dan ketaatan kepada Allah, yang seharusnya seorang muslim tak mempermasalahkannya. Saya juga *#TolakAhok, #TolakPemimpinKafir*. Maka, bagi yang membuka mata serta imannya sajalah yang mau menolak Ahok. Membuka mata karna kezhaliman Ahok, dan Iman memberintahkan kita untuk menolak orang kafir menjadi pemimpin atas muslimin sebagaimana larangan Allah dalam Al-Qur’an.
Ada yang unik di sebuah pemberitaan paska video penolakan Mahasiswa UI terhadap Ahok tersebut menjadi viral di media sosial. Keunikan ini berasal dari perkataan Ahok sebagai respon dari video tersebut. _“Kalau saya, saya pecat jadi mahasiswa. Karena enggak guna, mahasiswa disekolahin. Karena UI ini dibayar dengan APBN. Jadi kalau kamu lulusan dari perguruan tinggi negeri, kamu harus sadar, kamu lulus dibayar oleh uang rakyat, APBN,"_ kata Ahok di Balai Kota, Jakarta (maribacaberita.com, 7/9/2016). Perkataan orang kafir ini sangatlah tak sopan, dan tidak tahu diri. Dari perkataan saja sudah menandakan bahwa Ahok ini mabuk sehingga tak tahu diri, siapa dirinya. *Ada tiga hal yang harus Ahok ngaca dari perkataannya itu, yaitu:
_*Pertama*, uang rakyat yang ahok katakan itu untuk kebaikan rakyat, maka mahasiswa yg bersuara haq (kebenaran, mengungkap kezhaliman yang terjadi) dan membela rakyat atas kezhaliman Ahok, maka ini jalan yg sudah benar. Maka ketika ada mahasiswa bungkam dari kebatilan, kezhaliman yang terjadi seperti Ahok ini, maka sama saja mahasiswa tersebut menggunakan uang rakyat tidak sebagaimana mestinya (untuk membela kepentingan kebaikan rakyat)._
_*Kedua*, Ingatlah, bahwa Ahok yang paling banyak menggunakan uang rakyat, tapi yang dipadatkan rakyat berupa kezhaliman. Contoh seperti kemaren yang masih hangat adalah penggusuran di Rawajati, seharusnya dia dipecat oleh rakyat dan rakyat tahu mana yang harus dipecat, maka pecatlah Ahok segera._
_*Ketiga*, Ahok ini dipilih oleh rakyat, tapi tak memihak rakyat, melainkan memihak ke Asing dan Aseng. Maka wajar jika Mahasiswa UI, kampus ternama yang melahirkan orang jujur dan amanah seperti Boby Febry ini bersuara, karena Boby sadar posisinya sebagai Mahasiswa, penyambung lidah rakyat, dan calon pemimpin yang nantinya jangan seperti Ahok. Jadi, rakyat harus tahu baik dari golongan bawah hingga atas, dari golongan tukang becak hingga dosen dan guru besar, dari sekedar rakyat hingga camat, bupati, dan gubernur, yaitu tahu mana yang harus dibela. Ingatlah, tulisan ini saya buat hanya untuk orang yang mau menggunakan keimanannya dan mau buka mata terhadap fakta yang terjadi._
Saudaraku seiman, saya mengajak anda berbicara dengan kedekatan kita sebab adanya iman. Coba anda renungkan petikan pernyataan videonya, renungi perkataanya (maribacaberita.com, 7/9/2016), lalu jawab pertanyaan saya:
_*"Dengan ini saya mengimbau pada warga Jakarta agar tidak memilih Ahok sebagai pemimpin mereka. Seperti kita ketahui dalam surat Al Maidah, Allah SWT mengancam siapa saja yang memilih pemimpin kafir maka dia termasuk orang zalim. Ahok bukan hanya seorang kafir dia juga mendzalimi masyarakat kita, tengok sepak terjang Ahok, dia tidak becus untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran di Jakarta."*_
_*"Tidak hanya itu kasus Sumber Waras dan reklamasi, oleh karena itu saya mengimbau untuk tidak memilih Ahok. Selamatkan DKI dengan Syariah Khilafah."*
Sekarang, jawab pertanyaan saya dengan keimanan dan membuka mata serta hatinya. _*“Adakah yang salah dari pernyataan ini?*_ _jika tidak, lantas apa yang membuat anda diam tak ikut membela apa yang dikatakan saudara Boby._ *Ayolah berseru orang-orang beriman, jangan seperti orang munafik yang saat ini ada dibarisan, dibalik Ahok itu.*
Saudaraku, jika anda diam, maka ingatlah dengan perkataan *Ali bin Abu Tholib Ra.* Beliau berkata إذا سكت أهل الحق,ظن أهل الباطل أنهم على الحق _(Ketika pengikut kebenaran diam, maka pengikut kebathilan akan menganggap dirinya benar)_. Lalu sebuah ungkapan yang populer mengatakan, الساكت عن الحق شيطان أخرس _*(Orang yang diam (dari menyuarakan) kebenaran adalah setan bisu)*_ dilansir portalpiyungan.com(20/4/2016). Selain itu, saya rujukkan di buku *Menyingkap Jin dan Dukun ‘Hitam Putih’ Indonesia, Irfan Ramadhan ar-Raaqy, Hal. 14 (cet 1/ Penerbit Halim Jaya).* _“Para ulama menjelaskan, syaithan berasal dari kata syathana, berarti jauh. Jumhur ulama mengambil akar kata syathana-yasthunu bukan syatha-yasthu. Jauh dari kebenaran atau menjauh dari rahmat Allah.”_ Di halaman yang sama, _“Pakar bahasa arab, Imam al-Jauhari, menjelaskan bahwa semua yang membangkang baik dari golongan jin, manusia, maupun binatang –secara bahasa- bisa dinamakan syaithan.”_
Dari dua penjelasan di atas sudah jelas, orang-orang yang tidak mau bersuara atas kezhaliman Ahok, sama saja dengan setan bisu. Jika anda marah, tidak terima, dan ingin memperkarakan saya. Maka, tunggu dulu, perkarakanlah sahabat nabi di atas, Ali bin Abi Tholib Ra, perkarakanlah Imam al-Jauhari juga. Dengan begitu, semakin menjelaskan anda bahwa anda sedang tidak berada dibarisan kaum muslimin, melainkan dibarisan….. (sebut sendiri) menyembunyikan keingkaran Allah dan SyariatNya di dalam hati, dan menampakkan imannya hanya di depan orang-orang.
Berikutnya saudaraku, saudara se-iman. Ketahuilah pula, majunya kembali Ahok, bukan berarti membenarkan suara sumbang di negeri ini.
Suara bahwa *“negeri ini adalah negeri yang krisis pemimpin”*. Apabila anda percaya dengan mantra itu, maka anda salah. Berarti anda percaya bahwa muslim tak bisa jadi pemimpin yang baik. Padahal, negeri ini merupakan negeri para wali, para ulama yang memperjuangkan al-haq dan persatuan. Negeri dengan mayoritas muslim. Maka kebohongan besar dari 150 jutaan lebih tak ada muslim yang bisa menjadi pemimpin yang amanah. _“Mana buktinya jika ada pemimpin muslim yang amanah di negeri ini?”_ mungkin pertanyaan ini dipikiran anda. Saya jawab, mereka, _pemimpin muslim amanah tak mau menampakkan diri kepermukaan politik Indonesia karena mereka “khauf” atau takut kepada Allah, takut turun di demokrasi. Mereka tahu akan sama saja menyerahkan nyawanya jika terjun ke politik demokrasi ini. Demokrasi, menjadikan yang benar jadi salah, dan salah menjadi benar. Tindakan mereka lebih konkrit dan sistemik, yaitu mendengar dan taat atas kewajiban pemimpin muslim dan Sistem Islam yang diturunkan Allah. Menerima demokrasi sebagai sistem saat ini dan seterusnya, maka sama saja menerima jika Ahok menjamur di banyak kota di waktu mendatang._ *Masalah Jakarta, bukan masalah memilih, tapi masalah sistem yang terus dipertahankan, yang melegalisasi orang kafir mencalon menjadi pemimpin.* Ikutilah langkah ulama, ikutilah langkah Boby, Mahasiswa UI, langkah konkrit dan sistemik dengan _*#TolakAhok dan #TolakPemimpinKafir.*
Wahai para civitas akademika, baik mahasiswa, dosen, staf kampus, dekanat, dan rektorat kampus seluruh Indonesia, terimalah seruan saya, Mahasiswa UM, sebagaimana seruan saudara kita, Boby dan terus melanjutkan seruannya agar rusak makar orang-orang kafir, yang dimana Allah telah menggariskan watak kebencian yang nyata mereka kepada Islam, yaitu
قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ
_”Sungguh telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi.” (QS. Âli Imrân [3]: 118)
Sudah jelaslah semua, bagaimana saya, anda dan kita harus memposisikan diri dalam masalah Ahok ini. Sebagaimana yang dikatakan imam al-Jauhari, _*“semua yang membangkang baik dari golongan jin, manusia, maupun binatang –secara bahasa- bisa dinamakan syaithan.”*_ Syaithan yang bermakna _*“Jauh dari kebenaran atau menjauh dari rahmat Allah”*_. Karena berbahaya sekali ketika Rahmat Allah tak lagi untuk kita, lantas kita mau berlindung kepada siapa dari kezhaliman musuh Allah, orang munafik dan siksaan pedih Allah di akhirat. Masalah ini jadikan masalah terakhir kalinya, jadikan pelajaran, jangan sampai terperosok ke lubang yang sama. Pelajaran buat civitas akademika yang ada di kampus-kampus Indonesia. *Perjuangkanlah al-haq (Islam) dan buanglah al-bathil (demokrasi berserta saudara-saudaranya).*
*Akhukum fillah*
Islam Diatas Segalanya
"Kalo nggak suka demokrasi, jangan di Indonesia", "Kalo mau Islam pegi ke arab aja!", "Kalo nggak mau dipimpin kafir, keluar jakarta aja!", saya selalu senyum saat membaca komen seperti ini
Karena orang panik memang tidak memakai akal, serampangan dalam berargumen, dan melenceng jauh dari apa yang dibahas, tak tahan untuk mencela, menghina, melaknat, sarkas dan sinis.
Pertama, biasakan fokus pada apa yang dibahas, tidak perlu melenceng pada hal yang lain, bahkan sesuatu yang tidak berhubungan sama sekali, biasakan berargumen yang benar.
Saat kita membahas demokrasi misalnya, ya kita bahas secara ilmiah. Mengapa harus demokrasi? Adakah yang lebih baik dari demokrasi? Apa mudharat demokrasi, itu baru diskusi.
Bukan lalu bicara, "Kalo nggak suka demokrasi keluar dari Indonesia". Ini mental anak kecil, lagi main terus kalah, dia bilang "keluar dari lapangan gue!", padahal lapangannya milik umum
Kedua, apakah kalau kita menginginkan Islam, seolah-olah kita tidak cinta Indonesia? Bukankah Islam ini yang memerdekakan adalah mayoritas para pejuang Muslim? Berjihad dengan takbir?
Salah besar bila menaruh negara diatas agama, Islam diatas segala-galanya, termasuk negara. Sebab saat mati, Allah tidak akan menanyakan negara, tapi amal salih berdasarkan agama
Justru karena kita mencintai negeri Indonesia dan penduduknya ini, maka kita jadikan negeri ini mengikuti Rasulullah saw, mengikuti apa yang sudah Allah turunkan berupa Kitabullah dan Sunnah
Ketiga, ingat baik-baik bagi kita, Fir'aun membunuhi semua lelaki yang lahir pada masanya karena takut ditumbangkan, ternyata lelaki yang dijanjikan, Musa namanya, justru dibesarkan di istananya
Rasulullah Muhammad, keturunan nasab terbaik dari bani Hasyim dari Quraisy, justru orang yang dijanjikan untuk mengubah masyarakat Arab dan dunia, mencerahkan dengan Islam
Artinya, saat kita tidak setuju dengan suatu kemunkaran, dalam Islam kita bukan diperintahkan untuk menjauhi kemunkaran itu, tapi justru mengubah kemunkaran itu, dan memerintahkan kemakrufan
Itulah dakwah, ikut mengubah pada kebaikan tanpa larut dalam kemaksiatan, menjaga diri dari kemaksiatan, selagi mengajak orang lain untuk turut serta dalam kebaikan
Jadi para pengkhianat agamanya dengan mendukung pemimpin kafir, tidak perlu panik dan maradang, kalem saja, kami tetap disini. Kami tetap berdakwah, tetap woles dan adem
Sejarah akan berulang, walau pemimpin-pemimpin suku di Hijaz waktu itu menolak Rasululllah saw, Allah hadirkan pembela-pembela Nabi-Nya dari keturunannya, generasi berikutnya
"Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kalian yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya." (Al-Maaidah: 54).
waallahu'aklam bis showab
Langganan:
Postingan (Atom)