Mau Pasang Iklan, Hub Biro Iklan, Aulia Advertising, Telp 0813 8468 1151
Aulia PROPERTY,MEMASARKAN BALE PERIGI, PURI SINAR PAMULANG, PESONA ALAM CIPUTAT, CLUSTER Tsb Ready Stock Telp 081384681151

Menyelenggarakan Umrah Dan Haji Plus

Menyelenggarakan Umrah Dan Haji Plus
Spesialis cetak/sablon spanduk kain promosi,SPANDUK KAIN Dwitama Advertising Benda Baru, Pamulang, Tangsel Telp, 0856 7386 103, 0813 8468 1151

Rabu, 01 Maret 2017

URGENSI DHARB AL-'ALAQAT DALAM PERUBAHAN MASYARAKAT

umrah gratis dapatkan caranya
URGENSI DHARB AL-'ALAQAT DALAM PERUBAHAN MASYARAKAT

Oleh: Dr. Ir. Muhammad Rahmat Kurnia, M.Si (Pakar Politik Islam)


Iklan Koran

Pendahuluan

Masyarakat merupakan kumpulan individu yang memiliki perasaan dan pemikiran yang sama serta diatur oleh aturan yang sama. Aturan yang diterapkan dalam suatu masyarakat muncul dari adanya perasaan dan pemikiran yang sama. Perasaan dan pemikiran ini lahir dari pemahaman (mafâhîm), tolok ukur yang digunakan (maqâyîs), dan sikap menerima terhadap aturan (qanâ‘ât). Dalam implementasinya, dari perasaan dan pemikiran yang sama itulah mewujud sistem kehidupan yang mengatur interaksi antar anggota masyarakat; baik menyangkut ibadah, akhlak, sosial, politik, ekonomi, maupun budaya masyarakat tersebut. Dari sini terbentuklah suatu masyarakat yang di dalamnya meliputi anggota masyarakat (rakyat), sistem aturan yang diterapkan, dan penguasa yang menerapkan aturan tersebut.  Dengan kata lain, keberadaan sistem aturan tersebut menghadirkan hubungan ('alâqah) rakyat dengan penguasanya.
Selama kebanyakan masyarakat memiliki kepercayaan (tsiqah) terhadap sistem kehidupan tersebut maka 'alâqah akan tetap ada. Selama itu pula tidak akan terjadi perubahan masyarakat.  Demikian juga, perubahan masyarakat tidak akan terjadi selama rakyat memiliki ke-tsiqah-an kepada penguasa yang menerapkan sistem itu. Jadi, kelanggengan suatu masyarakat bergantung pada ada-tidaknya 'alâqah antara rakyat dan penguasa yang ditentukan oleh ke-tsiqah-an masyarakat terhadap sistem kehidupan dan penguasa yang menerapkannya.
Untuk mengubah masyarakat yang menerapkan ideologi Kapitalisme menjadi masyarakat Islam, misalnya, mutlak ada ’pemutusan hubungan tersebut’.  Konsekuensinya, 'alâqah seperti ini harus diputus, lalu diganti dengan alâqah atas dasar Islam. Itulah yang dimaksud dengan dharb al-alâqah (memutus hubungan). 
Urgensi Dharb al-‘Alâqah
Inti dari dakwah Islam adalah perubahan.  Allah Swt., sejak Nabi saw.  di Makkah, menyatakan bahwa di dunia ini hanya ada dua jalan, yaitu jalan Allah dan jalan lainnya; manusia disuruh mengikuti jalan-Nya yang lurus itu (QS al-An‘am [6]: 153). Nabi saw. dan pengikutnya diperintahkan untuk menyeru manusia ke jalan Allah Pencipta alam (QS an-Nahl [16]: 125). Al-Quran pun diturunkan untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya Islam (QS al-Hadid [57]: 9).
Realitas menunjukkan bahwa dakwah merupakan upaya mengubah ke-tsiqah-an. Masyarakat Arab dulunya percaya pada banyak tuhan, lalu dengan dakwah, kepercayaan ini diubah menjadi keyakinan kepada satu Tuhan; beralih dari politeisme ke tauhid. Ke-tsiqah-an pada aturan manusia berubah menjadi ke-tsiqah-an pada hukum Allah semata.  Ketika mereka ditanya secara retoris oleh Allah Swt. dalam salah satu surat Makiyyah, “Bukankah Allah Hakim Yang seadil-adilnya?” (QS at-Tin [95]: 8), mereka menjawab “Balâ, syahidnâ. Ya, kami bersaksi."
Sejak hijrah ke Madinah, kehidupan Jahiliah pun diganti menjadi kehidupan Islam yang menerapkan hukum Allah Swt. Setelah ke-tsiqah-an pada sistem kehidupan Jahiliah pudar, ke-tsiqah-an pun beralih pada sistem kehidupan Islam.  Begitu juga, para pemimpin mereka sebelumnya tidak lagi mereka percayai.  Kepercayaan mereka diberikan kepada ’pemimpin baru’ mereka, yakni Muhammad saw. beserta para sahabat pengikutnya.
Secara praktis, Nabi saw. sering merobohkan keyakinan masyarakat terhadap mafâhim, maqâyîs, dan qanâ‘ât Jahiliah seraya menggantinya dengan mafâhîm, maqâyîs, dan qanâ‘ât Islam.    Beliau menyerang kepercayaan paganisme/keberhalaan, kehidupan yang dipandang manusia hanya di dunia, mengurangi timbangan, perasaan aib jika tidak membunuh bayi perempuan, dan sebagainya.  Bukan hanya secara sistem, beliau pun merontokkan kepercayaan masyarakat kepada pemimpin mereka yang menerapkan dan menjaga sistem kehidupan tersebut. Sebagai contoh, Rasulullah saw. menyampaikan ayat:
]وَكَذَلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِّنْ نَّذِيرٍ إِلاَّ قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا ءَابَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى ءَاثَارِهِمْ مُّقْتَدُونَ ²قَالَ أَوَلَوْ جِئْتُكُمْ بِأَهْدَى مِمَّا وَجَدْتُمْ عَلَيْهِ ءَابَاءَكُمْ قَالُوا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ ²فَانْتَقَمْنَا مِنْهُمْ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ[
Demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka."  (Rasul itu) berkata, "Apakah (kalian akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untuk kalian (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kalian dapati bapak-bapak kalian menganutnya?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kalian diutus untuk menyampaikannya."  Karena itu, Kami membinasakan mereka. Kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu. (QS az-Zukhruf [43]: 23-25).
Suatu waktu, salah seorang pemimpin Quraisy, Walid bin Mughirah berkata, “Wahyu didatangkan kepada Muhammad, bukan kepadaku, padahal aku kepala dan pemimpin Quraisy; juga tidak kepada Abu Mas‘ud Amr bin Umair ats-Tsaqafi sebagai pemimpin Thaif.  Padahal kami adalah para pembesar dua kota."
Berkaitan dengan masalah ini, Allah Swt. menjelaskan bahwa Dia telah meninggikan Rasulullah saw. beberapa derajat.  Beliau pun, kepada para sahabat dan masyarakat umum, menyampaikan wahyu Allah Rabb al-Âlamîn:

]وَقَالُوا لَوْلاَ نُزِّلَ هَذَا الْقُرْءَانُ عَلَى رَجُلٍ مِّنَ الْقَرْيَتَيْنِ عَظِيمٍ ²أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ[

Mereka berkata, "Mengapa al-Quran ini tidak diturunkan kepada seorang pembesar dari salah satu dua negeri (Makkah dan Thaif) ini?" Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan di antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia; Kami pun telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat agar sebagian mereka dapat mengambil manfaat atas sebagian yang lain. Rahmat Tuhanmu adalah lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan. (QS az-Zukhruf [43]: 31-32).
Rasulullah saw. juga menyampaikan bahwa pemimpin yang tidak benar kelak akan didakwa oleh pengikutnya. Beliau menyampaikan salah satu ayat Makiyyah:
]قَالَ ادْخُلُوا فِي أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ مِّنَ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ فِي النَّارِ كُلَّمَا دَخَلَتْ أُمَّةٌ لَعَنَتْ أُخْتَهَا حَتَّى إِذَا ادَّارَكُوا فِيهَا جَمِيعًا قَالَتْ أُخْرَاهُمْ ِلأُوْلاَهُمْ رَبَّنَا هَؤُلاَءِ أَضَلُّونَا فَئَاتِهِمْ عَذَابًا ضِعْفًا مِنَ النَّارِ قَالَ لِكُلٍّ ضِعْفٌ وَلَكِنْ لاَ تَعْلَمُونَ ²وَقَالَتْ أُولاَهُمْ ِلأُخْرَاهُمْ فَمَا كَانَ لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْسِبُونَ[
"Masuklah kalian ke dalam neraka bersama umat-umat dari golongan jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kalian. Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka), dia mengutuk kawannya (yang menyesatkannya); sehingga apabila mereka masuk semuanya, berkatalah orang-orang yang masuk kemudian di antara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu, "Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami. Karena itu, datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka." Allah berfirman, "Masing-masing mendapat (siksaan), yang berlipat ganda, tetapi kalian tidak mengetahui". Berkata orang-orang yang masuk terdahulu di antara mereka kepada orang-orang yang masuk kemudian, "Kalian tidak mempunyai kelebihan sedikitpun atas kami. Karena itu, rasakanlah siksaan karena perbuatan yang telah kalian lakukan." (QS al-A‘raf [7]: 38-39).
Berdasarkan hal itu, terlihat bahwa Rasulullah saw., dalam menjalankan dakwahnya untuk perubahan sosial, melakukan dharb al-‘alâqah.  Caranya: (1) menyerang sistem batil yang berjalan sehingga masyarakat meninggalkannya seraya berpegang pada sistem Islam; (2) menunjukkan kezaliman dan ketidaklayakan penguasa yang tetap menjalankan sistem batil tersebut. Hasilnya, masyarakat Arab meninggalkan sistem Jahiliah, lalu beralih menerapkan sistem Islam.
Di samping berdasarkan contoh Nabi saw., realitas pun meniscayakan adanya dharb al-'alâqah. Saat ini mafâhîm, maqâyîs, dan qanâ‘ât yang diterapkan di masyarakat Islam berasal dari akidah sekularisme yang menjelma dalam ideologi Kapitalisme.  Kepercayaan bahwa kehidupan dunia tidak boleh diatur oleh Islam, negara diurus negarawan sedangkan agama diurus oleh rohaniwan, serta masalah jasmani diatur sains dan teknologi sementara ruhani urusannya para ustadz merupakan sebagian mafâhîm yang lahir dari sekularisme.  Maqâyîs/tolok ukurnya pun berupa kemaslahatan yang ditetapkan oleh logika manusia. Sementara itu, masih dipercaya bahwa ukuran benar-salah pun relatif, bergantung waktu dan tempat. Selama mafâhîm, maqâyîs, dan qanâ‘ât sekular ini dijadikan pegangan oleh masyarakat, selama itu pula kehidupan Islam tidak akan terwujud. Demikian pula, selama kepercayaan masyarakat masih diberikan kepada para penguasa yang menerapkan aturan kehidupan sekular tersebut, perubahan masyarakat menjadi masyarakat islami tidak akan terjadi.  Karenanya, salah satu aktivitas dakwah untuk mengubah masyarakat menuju penerapan syariat Islam adalah dharb al-‘alâqah. Tanpa dharb al-‘alâqah tidak akan terjadi perubahan secara mendasar; kalau toh terjadi perubahan, itu hanyalah pergantian orang, bukan pergantian sistem kehidupan. Padahal, problem kehidupan sekarang justru terletak pada sistem sekularisme-kapitalisme yang memang batil, selain problem orang yang menerapkannya.   
Bentuk Dharb al-'Alâqah
Dharb al-'alâqah dilakukan baik terhadap sistem sekular yang diterapkan maupun terhadap penguasa yang menerapkan sistem tersebut. Ketika masyarakat sudah tidak menaruh kepercayaan (tsiqah) pada sistem sekular karena pertentangannya dengan Islam, niscaya loyalitasnya tidak akan diberikan kepada siapapun yang berupaya menjaga dan menerapkan sekularisme. Berbeda dengan itu, jika masyarakat tidak tsiqah pada penguasanya, tetapi tetap tsiqah pada sekularisme, maka yang akan terjadi hanyalah pergantian orang saja; sementara sistem kehidupan yang diterapkan sama saja, sama-sama Kapitalisme atas dasar sekularisme.  Berdasarkan hal ini, dharb al-'alâqah sejatinya dilakukan baik terhadap sistem maupun terhadap orang yang menerapkannya.
Bentuk dharb al-'alâqah adalah:
1. Menanamkan mafâhîm, maqâyîs, dan qanâ‘ât Islam.  Di sini, penting untuk terus-menerus dilakukan upaya pembinaan masyarakat dengan akidah maupun syariah (ibadah, makanan, minuman, ahlak, sosial, politik, ekonomi, hukum, kebudayaan, dan lain-lain).  Lebih dari itu, penanaman mafâhîm dan maqâyîs perlu dilakukan sedemikian rupa sehingga membentuk dan mengokohkan cara berpikir Islam (’aqliyyah islâmiyyah). Qanâ‘ât Islam terus ditanamkan sehingga terwujud sikap jiwa Islam (nafsiyah islâmiyyah).  Keduanya akan membentuk kepribadian Islam (syakhsiyyah islâmiyyah).  Penanaman  mafâhîm, maqâyîs, dan qanâ‘ât Islam dilakukan baik pada pembinaan kader/intensif (tatsqîf murakkaz) maupun dalam pembinaan umum (tatsqîf jamâ‘i) lewat seminar, kajian tematik, pengajian masjid, tablig akbar, talk show, buletin, majalah, atau surat kabar.

2. Mengungkap keburukan mafâhîm, maqâyîs, dan qanâ‘ât sekularisme.  Hal-hal mendasar seperti pemisahan agama dengan kehidupan, demokrasi, hak asasi manusia (HAM), pluralisme, emansipasi wanita, jender, relativitas kebenaran, sikap moderat, dan lainnya terus ditunjukkan hakikat dan kebatilannya serta pertentangannya dengan Islam. Upaya mengungkap keburukan mafâhîm, maqâyîs, dan qanâ‘ât sekularisme ini dilakukan dengan pergolakan pemikiran (ash-shirâ‘ al-fikrî).

3. Mengungkap keburukan penguasa seperti berbagai kejahatan yang dilakukannya, keberpihakan pada konglomerat dan asing yang dijalankannya, sikap abainya terhadap masyarakat, bahaya tindakan politik yang diambilnya baik terhadap Islam, umat, maupun kesatuan negeri Muslim, dan sebagainya. Setiap gerak-gerik penguasa, baik menyangkut kebijakan politik maupun kebijakan yang berkaitan dengan kemaslahatan publik, perlu ditelaah. Dengan penelaahan secara jeli, hakikat tindakan politik maupun kebijakannya akan diketahui.  Lalu, tinjau hal tersebut melalui kacamata mafâhîm, maqâyîs, dan qanâ‘ât Islam. Jika terdapat pertentangan dengan Islam maka hal tersebut disampaikan kepada masyarakat maupun penguasa.  Caranya dengan melakukan perjuangan politik (kifâh siyâsi), baik membongkar hakikat rencana kebijakan dan strateginya (kasyf al-khuthath) maupun menunjukkan mana yang semestinya dilakukan demi kemaslahatan umat (tabanni mashâlih al-ummah). 
Itulah urgensi dharb al-'alâqah.  Jadi, gerakan dakwah urgen melakukan upaya dharb al-'alâqah demi terciptanya perubahan masyarakat.  Dengan dharb al-'alâqah masyarakat akan tahu hakikat kebobrokan sistem sekularisme, siapapun penguasanya, dan menyadari hakikat kebaikan Islam. Konsekuensinya, masyarakat yang tercerahkan akan melepaskan sekularisme tersebut, seraya mengalihkan loyalitasnya pada Islam dan orang-orang yang benar-benar ikhlas menegakkannya.
Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. []