Mau Pasang Iklan, Hub Biro Iklan, Aulia Advertising, Telp 0813 8468 1151
Aulia PROPERTY,MEMASARKAN BALE PERIGI, PURI SINAR PAMULANG, PESONA ALAM CIPUTAT, CLUSTER Tsb Ready Stock Telp 081384681151

Menyelenggarakan Umrah Dan Haji Plus

Menyelenggarakan Umrah Dan Haji Plus
Spesialis cetak/sablon spanduk kain promosi,SPANDUK KAIN Dwitama Advertising Benda Baru, Pamulang, Tangsel Telp, 0856 7386 103, 0813 8468 1151

Rabu, 01 Maret 2017

NASEHAT TERBUKA BAGI PANGLIMA TNI DAN KAPOLRI



Umrah & Haji Plus

NASEHAT TERBUKA BAGI PANGLIMA TNI DAN KAPOLRI      
Ust Syamsuddin Ramadhan

Wahai Panglima TNI dan Kapolri yang masih memiliki nurani, iman, dan akal pikiran, sesungguhnya orang yang paling merugi di kehidupan dunia dan akherat adalah orang-orang yang sesat jalannya namun merasa berjalan di atas kebenaran.   Dan orang yang bodoh adalah orang yang mengikutkan dirinya pada hawa nafsunya namun berangan-angan masih mendapat ampunan dari Allah swt.  Allah swt berfirman:   قُلْ هَلْ نُنَبّئُكُم بِالأخْسَرِينَ أَعْمَالاً الّذِينَ ضَلّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعاً Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya”. [TQS Al Kahfiy (18): 103-104]  Nabi saw bersabda:   الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ  “Orang yang cerdas adalah orang yang menghitung-hitung dirinya dan berbuat untuk kehidupan setelah kematian, sedangkan orang yang bodoh adalah orang yang mengikutkan dirinya pada hawa nafsunya namun tetap berangan-angan (mendapatkan ampunan) Allah swt”.[HR. Imam Tirmidziy dari Syaddan bin Aus ra]  Sesungguhnya Panjenengan berdua merupakan bagian tak terpisahkan dari pelaksana dan penjaga sistem demokrasi-sekuler-liberal yang jelas-jelas bertentangan dengan ‘aqidah dan syariat Islam.  Lebih-lebih lagi, Panjenengan berdua ditempatkan di garda terdepan untuk menindak, menangkap, memenjarakan, bahkan menumpas siapa saja yang ingin meruntuhkan sistem taghut demokrasi-sekuler-liberal.  Padahal, bukankah sudah amat jelas kesesatan dan kekufuran sistem demokrasi-sekuler-liberal?  Bukankah ini telah menegaskan dan menjelaskan di mana sekarang Panjenengan berpihak dan berpijak.  Sungguh, Panjenengan saat ini benar-benar berada di atas dan berpihak pada sistem kufur demokrasi-liberal-sekuler yang jelas-jelas kufur dan sesat!!  Lantas mengapa Panjenengan berdua justru “merasa bahkan menyakini” bahwa Panjenengan berdua berada di pihak yang benar, dengan alasan membela NKRI dan konstitusi? Tidakkah Panjenengan perhatikan dengan seksama bahwa sistem pemerintahan dan konstitusi negeri ini jelas-jelas bertentangan dengan aqidah dan syariat Islam, dan bahkan merupakan payung legal bagi sistem sekuler-liberal dan orang-orang asing untuk menjarah sumber daya alam negeri ini?    Sekali lagi kami ingin mengingatkan dan meluruskan kekeliruan dan kesalahanggapan Panjenengan. 

 Demi Allah, Panjenengan sekarang ini berada di atas jalan bengkok dan sesat, meskipun kami berharap Allah swt tetap mencatat Panjenengan sebagai Mukmin dan Muslim.   Bertaubatlah kepada Allah swt, sebelum Dia mencabut nyawa Panjenengan.  Kekuasaan dan pangkat yang disematkan manusia di dada Panjenengan, sesungguhnya kini telah menjadi sebab kehinaan Panjenengan di sisi Allah dan RasulNya, serta orang-orang yang beriman.  Wahai Panglima TNI dan Kapolri yang tengah diuji Allah swt dengan jabatan!! Sesungguhnya jabatan dan kekuatan yang diberikan Allah swt kepada seorang Muslim mestinya disyukuri dengan cara melindungi Islam dan kaum Muslim, mendukung perjuangan menegakkan syariah dan Khilafah, serta menumpas pengkhianat sejati negeri ini, yakni mereka-mereka yang bersekongkol dengan negara-negara imperialis barat dan negara-negara kafir lainnya, yang menjual asset rakyat, yang menindas rakyat dengan kebijakan neolib, dan mereka-mereka yang tidak pernah peduli pada agama mereka.  Dan jika Panjenengan terbunuh dalam tugas amar makruf nahi ‘anil mungkar ini, niscaya pahala setara mati syahid akan diberikan Allah kepada Panjenengan.  Sebaliknya, jika Panjenengan berada di pihak kesesatan dan kekufuran, niscaya apa yang Panjenengan lakukan akan menjadi sebab penyesalan kelak di hari akhir.  Kami juga mengamati dengan seksama, di setiap waktu dan kesempatan, Panjenengan dengan percaya diri dan merasa tak bersalah, mengumbar ancaman-ancaman verbal kepada siapa saja yang hendak makar dan melanggar konstitusi.  Bahkan, kami juga mendengar bahwa Panjenengan dan prajurit-prajurit Panjenengan siap berjihad untuk menumpas siapa saja yang hendak makar dan melanggar konstitusi, dan menggubah NKRI!!  La hawla wa laa quwwata illa billah!! 

Sablon

  Demi Allah, ini adalah statement keliru yang benar-benar memiriskan hati bagi siapa saja yang memiliki ilmu dan iman.  Untuk itu kami perlu jelaskan tentang hukum makar dan membela sistem kufur demokrasi-liberal-sekuler.    Perlulah Panjenengan ketahui bahwasanya tidak semua upaya memisahkan diri dari penguasa dan perjuangan untuk memakzulkan para penguasa itu termasuk tindakan yang salah atau hina.   Bahkan, dalam keadaan tertentu, yakni ketika penguasa terjatuh kepada kekufuran yang nyata, kita diwajibkan untuk memisahkan diri dari penguasa dan memakzulkan mereka.  Memang benar, syariat Islam menetapkan bahwasanya makar kepada penguasa sah (khalifah) yang dibai’at dengan  ridlo wal ikhtiyar (kerelaan dan atas pilihan sendiri), dan yang masih menegakkan sendi-sendi Islam adalah haram; dan pelakunya wajib diminta bertaubat, dan jika tidak mau bertaubat barulah diperangi. Imam Muslim menuturkan, bahwa Rasulullah saw bersabda:   وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنْ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ "Siapa saja yang telah membai'at seorang imam (khalifah), lalu ia memberikan uluran tangan dan buah hatinya, hendaknya ia menta'atinya jika ia mampu.  Apabila ada orang lain hendak merebutnya maka penggallah leher itu".[HR. Imam Muslim]  Diriwayatkan juga oleh Imam Muslim, dari Sa'id al-Khudriy, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:   إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الْآخَرَ مِنْهُمَا "Jika dibai'at dua orang khalifah, bunuhlah yang terakhir dari keduanya."[HR. Imam Muslim] Dalam riwayat lain dari 'Urfajah, dituturkan, bahwa Rasulullah saw bersabda:   مَنْ أَتَاكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيدُ أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوهُ "Siapa saja yang hendak merebut kekuasaan kalian, atau hendak memecah belah jama'ah kalian, sedangkan urusan kalian berada di tangan seorang laki-laki (khalifah), maka bunuhlah dia."[HR. Imam Muslim]  Namun, sistem pemerintahan dan konstitusi yang diterapkan di negeri ini jelas-jelas bukan Khilafah dan syariat Islam. 


 Penguasa yang diangkat juga bukan Khalifah, tetapi adalah presiden.  Penguasa sekarang justru menjalan sistem pemerintahan dan konstitusi yang sendi-sendinya tidak tegak di atas Islam.  Dengan demikian, hadits-hadits di atas tentu tidak boleh dijadikan sandaran untuk mentaati, membela, dan mendukung penguasa dan sistem sekarang.   Bahkan mereka tidak boleh ditaati, tidak boleh didukung, serta wajib bagi kaum Muslim memakzulkan mereka.    Ketika Panjenengan hendak memerangi orang-orang yang hendak mengganti penguasa dan sistem pemerintahan negeri ini –yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam-- dengan syariat dan Khilafah, maka Panjenengan benar-benar telah terjatuh kepada kesalahan.   Bahkan Panjenengan wajib mengetahui bahwasanya penguasa dan sistem demokrasi-sekuler-liberal yang mengatur urusan rakyat dengan hukum buatan manusia itu tidak boleh ditaati dan wajib dimakzulkan, kemudian diangkat pemimpin adil yang menerapkan syariat Islam (khalifah).  Sebab, Nabi saw memerintahkan untuk memisahkan diri, tidak mentaati, dan memakzulkan para penguasa yang telah terjatuh kepada kekufuran yang nyata.  Imam Muslim menuturkan sebuah riwayat, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:   سَتَكُونُ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ عَرَفَ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ قَالُوا أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ قَالَ لَا مَا صَلَّوْا "Akan datang  para penguasa, lalu kalian akan mengetahui kemakrufan dan kemungkarannya, maka siapa saja yang membencinya akan bebas (dari dosa), dan siapa  saja yang mengingkarinya dia akan selamat, tapi siapa saja yang rela dan mengikutinya (dia akan celaka)". Para shahabat bertanya, "Tidaklah kita perangi mereka?" Beliau bersabda, "Tidak, selama mereka masih menegakkan sholat" Jawab Rasul.” [HR. Imam Muslim] Tatkala menjelaskan hadits ini, Imam Nawawi, dalam Syarah Shahih Muslim menyatakan: 

  "قوله صلى الله عليه وسلم : ( ستكون أمراء فتعرفون وتنكرون فمن عرف فقد برئ ومن أنكر سلم , ولكن من رضي وتابع , قالوا : أفلا نقاتلهم ؟ قال : لا . . . ما صلوا " هذا الحديث فيه معجزة ظاهرة بالإخبار بالمستقبل , ووقع ذلك كما أخبر صلى الله عليه وسلم . وأما قوله صلى الله عليه وسلم : ( فمن عرف فقد برئ ) وفي الرواية التي بعدها : ( فمن كره فقد برئ ) فأما رواية من روى ( فمن كره فقد برئ ) فظاهرة , ومعناه : من كره ذلك المنكر فقد برئ من إثمه وعقوبته , وهذا في حق من لا يستطيع إنكاره بيده لا لسانه فليكرهه بقلبه , وليبرأ . وأما من روى ( فمن عرف فقد برئ ) فمعناه - والله أعلم - فمن عرف المنكر ولم يشتبه عليه ; فقد صارت له طريق إلى البراءة من إثمه وعقوبته بأن يغيره بيديه أو بلسانه , فإن عجز فليكرهه بقلبه . وقوله صلى الله عليه وسلم : ( ولكن من رضي وتابع ) معناه : لكن الإثم والعقوبة على من رضي وتابع . وفيه : دليل على أن من عجز عن إزالة المنكر لا يأثم بمجرد السكوت . بل إنما يأثم بالرضى به , أو بألا يكرهه بقلبه أو بالمتابعة عليه . وأما قوله : ( أفلا نقاتلهم ؟ قال : لا , ما صلوا ) ففيه معنى ما سبق أنه لا يجوز الخروج على الخلفاء بمجرد الظلم أو الفسق ما لم يغيروا شيئا من قواعد الإسلام .


 “Sabda Nabi saw, “(Satukuunu umaraaun fa ta’rifuuna wa tunkiruun faman ‘arifa faqad bari`a wa man ankara salima, wa lakin man radliya wa taaba’a, qaaluu: afalaa nuqaatiluhum? Qaala : Laa…ma shalluu)”, hadits ini, di dalamnya terkandung mukjizat yang sangat nyata mengenai informasi yang akan terjadi di masa mendatang, dan hal ini telah terjadi sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi saw.  Adapun sabda Rasulullah saw, “(faman ‘arafa faqad bari`a) dan dalam riwayat lain dituturkan, “(faman kariha faqad bari`a).  Adapun riwayat dari orang yang meriwayatkan, “(faman kariha faqad bari`a), maka hal ini sudah sangat jelas. Maknanya adalah, ”Siapa saja yang membenci kemungkaran tersebut, maka ia terlepas dari dosa dan siksanya.  Ini hanya berlaku bagi orang yang tidak mampu mengingkari dengan tangan dan lisannya, lalu ia mengingkari kemungkaran itu dengan hati.  Dengan demikian, ia telah terbebas (dari dosa dan siksa). Adapun orang yang meriwayatkan dengan redaksi ”(faman ’arafa bari`a), maknanya adalah –Allah swt yang lebih Mengetahui--, ”Siapa saja yang menyaksikan kemungkaran, kemudian ia tidak mengikutinya, maka ia akan mendapat jalan untuk terlepas dari dosa dan siksanya dengan cara mengubah kemungkaran itu dengan tangan dan lisannya.  Dan jika tidak mampu, hendaknya ia mengingkari kemungkaran itu dengan hatinya.  Sedangkan sabda beliau, ”(walakin man radliya wa taaba’a)”, maknanya adalah, akan tetapi, dosa dan siksa akan dijatuhkan kepada orang yang meridloi dan mengikuti.   Hadits ini merupakan dalil, bahwa orang yang tidak mampu melenyapkan kemungkaran tidak akan berdosa meskipun hanya sukut (mengingkari kemungkaran dengan diam).  Namun, ia berdosa jika ridlo dengan kemungkaran itu, atau jika  tidak membenci kemungkaran itu, atau malah mengikutinya.  Adapun sabda Rasulullah saw, ”(Afalaa nuqaatiluhum? Qaala ” Laa, maa shalluu), di dalamnya terkandung makna sebagaimana disebutkan sebelumnya, yakni tidak boleh memisahkan diri dari para khalifah, jika sekedar dzalim dan fasik, dan selama mereka  tidak mengubah salah satu dari sendi-sendi Islam”.  

Dalam hadits 'Auf bin Malik yang diriwayatkan Imam Muslim, juga  diceritakan:   قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ "Ditanyakan,”Ya Rasulullah, mengapa kita tidak memerangi mereka dengan pedang?!' Lalu dijawab, ”Tidak, selama di tengah kalian masih ditegakkan shalat.” [HR. Imam Muslim] Dalam riwayat lain, mereka berkata:   قَالُوا أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ قَالَ لَا مَا صَلَّوْا "Kami bertanya, 'Ya Rasulullah, mengapa kita tidak mengumumkan perang terhadap mereka ketika itu?!' Beliau menjawab, 'Tidak, selama mereka masih sholat.” Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari 'Ubadah bin Shamit, bahwasanya dia berkata:
   دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ فَقَالَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةً عَلَيْنَا وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ "

Nabi SAW mengundang kami, lalu kami mengucapkan baiat kepada beliau dalam segala sesuatu yang diwajibkan kepada kami bahwa kami berbaiat kepada beliau untuk selalu mendengarkan dan taat [kepada Allah dan Rasul-Nya], baik dalam kesenangan dan kebencian kami, kesulitan dan kemudahan kami dan beliau juga menandaskan kepada kami untuk tidak mencabut suatu urusan dari ahlinya kecuali jika kalian (kita) melihat kekufuran secara nyata [dan] memiliki bukti yang kuat dari Allah."[HR. Imam Bukhari] Hadits-hadits di atas menjelaskan bahwasanya saat seorang penguasa melakukan kekufuran yang nyata, maka kaum Mukmin wajib melepaskan ketaatan dari penguasa tersebut dan diperbolehkan memerangi mereka dengan pedang.    Al-Hafidz Ibnu Hajar, tatkala mengomentari hadits-hadits di atas menyatakan, jika kekufuran penguasa bisa dibuktikan dengan ayat-ayat, nash-nash, atau berita shahih yang tidak memerlukan takwil lagi, maka seorang wajib memisahkan diri darinya.  Akan tetapi, jika bukti-bukti kekufurannya masih samar dan masih memerlukan takwil,  seseorang tetap tidak boleh memisahkan diri dari penguasa.  Imam al-Khathabiy menyatakan; yang dimaksud dengan "kufran bawahan"  (kekufuran yang nyata) adalah "kufran dzaahiran baadiyan" (kekufuran yang nyata dan terang benderang) 'Abdul Qadim Zallum, dalam Nidzam al-Hukmi fi al-Islaam, menyatakan, bahwa maksud dari sabda Rasulullah saw "selama mereka masih mengerjakan sholat", adalah selama mereka masih memerintah dengan Islam; yakni menerapkan hukum-hukum Islam, bukan hanya mengerjakan sholat belaka.  Ungkapan semacam ini termasuk dalam majaz ithlaaq al-juz`iy wa iradaat al-kulli (disebutkan sebagian namun yang dimaksud adalah keseluruhan).  Masih menurut 'Abdul Qadim Zallum, riwayat yang dituturkan oleh 'Auf bin Malik, Ummu Salamah, dan 'Ubadah bin Shamit, seluruhnya berbicara tentang khuruj 'ala al-imaam (memisahkan diri dari imam), yakni larangan memisahkan diri dari imam. 

  Ini termaktub dengan jelas pada redaksi hadits: " Para shahabat bertanya, "Tidaklah kita perangi mereka?" Beliau bersabda, "Tidak, selama mereka masih menegakkan sholat" Jawab Rasul.” [HR. Imam Muslim].  Dengan demikian, hadits ini merupakan larangan bagi kaum Muslim untuk memisahkan diri dari penguasa, meskipun ia terkenal fasiq dan dzalim.   Masih menurut 'Abdul Qadim Zallum; akan tetapi, larangan memisahkan diri dari penguasa telah dikecualikan oleh potongan kalimat berikutnya, yakni," kecuali jika kalian (kita) melihat kekufuran secara nyata dan memiliki bukti yang kuat dari Allah."[HR. Bukhari].  Ini menunjukkan, bahwa seorang Muslim wajib memisahkan diri dari penguasa, bahkan boleh memerangi mereka dengan pedang, jika telah terbukti dengan nyata dan pasti, bahwa penguasa tersebut telah terjatuh ke dalam "kekufuran yang nyata." Imam Nawawiy, di dalam Syarah Shahih Muslim menyatakan; 
  قال القاضي عياض : أجمع العلماء على أن الإمامة لا تنعقد لكافر , وعلى أنه لو طرأ عليه الكفر انعزل , قال : وكذا لو ترك إقامة الصلوات والدعاء إليها , ..... قال القاضي : فلو طرأ عليه كفر وتغيير للشرع أو بدعة خرج عن حكم الولاية , وسقطت طاعته , ووجب على المسلمين القيام عليه , وخلعه ونصب إمام عادل إن أمكنهم ذلك.


 Imam Qadliy ‘Iyadl menyatakan, “Para ulama telah sepakat bahwa imamah tidak sah diberikan kepada orang kafir.  Mereka juga sepakat, seandainya seorang penguasa terjatuh ke dalam kekafiran, maka ia wajib dimakzulkan.  Beliau juga berpendapat, “Demikian juga jika seorang penguasa meninggalkan penegakkan sholat dan seruan untuk sholat…Imam Qadliy ’Iyadl berkata, ”Seandainya seorang penguasa terjatuh ke dalam kekufuran dan mengubah syariat, atau terjatuh dalam bid’ah yang mengeluarkan dari hukm al-wilayah (tidak sah lagi mengurusi urusan pemerintahan), maka terputuslah ketaatan kepadanya, dan wajib atas kaum Muslim untuk memeranginya, memakzulkannya, dan mengangkat seorang imam adil, jika hal itu memungkinkan bagi mereka”.  Wahai Panglima dan Kapolri, cobalah Panjenengan perhatikan dengan seksama realitas penguasa dan sistem aturan di negeri ini.  Siapa saja yang memiliki keimanan dan akal pikiran akan dengan mudah menilai status penguasa dan sistem kekuasaan negeri ini.  Sungguh, penguasa negeri ini melakukan praktek-praktek yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam, dan telah terjatuh kepada kekufuran yang nyata.   Bagaimana tidak?  Bukankah mereka menerapkan sistem pemerintahan demokrasi-sekuler yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam membuat konstitusi dan undang-undang?  Dan bukankah mereka juga enggan, bahkan menolak penerapan syariat Islam di ranah publik dan negara?   Lantas, bagaimana Panjenengan –khususnya Panglima-- bisa menyatakan bahwa menjaga sistem pemerintahan sekarang dan berperang melawan siapa saja yang inggin makar (memakzulkan penguasa dan mengganti sistem demokrasi-sekuler-liberal ini) merupakan jihad fi sabilillah?    Wahai Panglima TNI dan Kapolri, kebenaran justru berpihak kepada mereka yang menginginkan agar negeri ini diatur dengan syariat Islam semata, dan jalan yang lurus justru ditempuh oleh mereka yang tengah berjuang, amar makruf nahi ‘anil mungkar untuk mengganti penguasa dan sistem demokrasi-sekuler yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam.    Saat Panjenengan berdua memproklamirkan diri sebagai penjaga konstitusi kufur ini dan pengawal setia rejim yang tidak berpihak kepada Islam dan kaum Muslim, bahkan mengumandangkan perang pada siapa saja yang berusaha menggantinya dengan Islam, maka kelak di hari akhir Panjenengan akan menerima siksa yang amat keras dari Allah swt.  Panjenengan juga bertanggungjawab atas semua kebijakan Panjenengan, termasuk dosa-dosa prajurit yang Panjenengan paksa untuk mengikuti instruksi, mainframe, dan cara berfikir keliru Panjenengan berdua.  Kesimpulannya: 1. Wajib bagi kaum Muslim, termasuk Panjenengan untuk memisahkan diri dari penguasa sekuler-liberal beserta sistem dan konstitusinya yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam. 2. Wajib bagi Panjenengan untuk memakzulkan penguasa sekuler-liberal yang saat ini menerapkan konstitusi dan sistem kufur, serta membuka jalan bagi orang kafir untuk menguasai dan menjarah sumber daya alam negeri ini. 3. Wajib bagi Panjenengan untuk mendukung kaum Muslim yang tengah berjuang, amar makruf nahi ‘anil mungkar untuk mengganti sistem demokrasi-sekuler-liberal dengan syariat Islam dan Khilafah Islamiyah. 4. Kegigihan dan keteguhan Panjenengan membela dan menjaga penguasa dan sistem kufur yang diterapkan di negeri ini, sesungguhnya adalah tindakan keliru dan salah.  Dan wajib bagi Panjenengan untuk bertaubat memohon ampunan dari Allah swt atas kesalahan ini. 5. Kami, umat Islam adalah cinta negeri ini, dan kecintaan kepada negeri ini harus diwujudkan dalam bentuk menerapkan aturan dan hukum yang dibuat oleh Dzat yang menciptakan negeri ini dan seisinya, yakni syariat Islam. 6. Janganlah Panjenengan mudah dibodohi dengan statement, “Jika syariat Islam diterapkan niscaya ia akan menghancurkan kebhinekaan dan pluralitas, mengebiri hak orang kafir dan lain sebagainya?  Sesungguhnya statement ini jelas-jelas salah dan sarat dengan muatan politis, yakni menghalangi upaya penerapan Islam di negeri ini.

Bahkan, di dalam statement ini ada peraguan terhadap kemampuan syariat Islam dalam mengatur keragaman.  Yang perlu kami ingatkan adalah, sesungguhnya dalam bentangan sejarahnya yang panjang, keragaman di dalam sistem Khilafah Islamiyyah yang wilayah kekuasaannya mencapai 2/3 dunia, jauh lebih kaya dan kompleks dibandingkan keragaman yang ada di negeri ini.  Namun, Khilafah Islamiyyah dengan keragaman yang begitu kompleks dan banyak, dan dengan bentangan kekuasaan yang begitu luas berhasil mengaturnya dengan harmonis.  Syariat Islam yang diterapkan berhasil mengatur dan mengelola keragaman yang begitu kaya, hingga tidak ada konflik yang berlatar belakang sara.   Lalu, bagaimana bisa dipropagandakan bahwa jika syariat Islam diterapkan akan bermasalah bagi keragaman? 7. Dan Panjenengan harus berhati-hati dan waspada terhadap fatwa ulama-ulama jahat yang memberi fatwa bukan untuk meluruskan Panjenengan tetapi untuk mendapatkan manfaat dari Panjenengan.    Sungguh, kami telah menyampaikan nasehat ini kepada Panjenengan, bukan dalam frame kebencian dan permusuhan, tetapi dalam frame ingin mengingatkan sekaligus mengajak Panjenengan untuk kembali kepada jalan lurus, yang dicontohkan oleh ulama ahlus sunnah wal jama’ah.   Wallahu yasyhadu qad balaghtu risalaatahu.  Wallahu al-Muwaffiq ila Aqwam al-Thariiq.