HTI Press, Serang. Liberalisme yang memiliki racun kebebasan dalam berpendapat, berperilaku, berakidah, dan berkepemilikan adalah salah satu pintu masuknya penjajahan atau imperialisme. Akibatnya, kerusakan demi kerusakan yang ada di tengah-tengah umat semakin menjadi-jadi. Rezim negara ini telah membuka peluang penjajahan tersebut semakin terbuka dan bahkan telah menyentuh hal-hal yang sangat sensitif, di antaranya sertifikasi ulama dan kriminalisasi ulama.
“Ulama harus menolak rencana busuk penguasa yang hendak mengatur ceramah dan khutbah. Penguasa sedang terus berupaya agar ulama tidak kritis. Ulama diinginkan penguasa selalu manut dengan apa yang diperintahkannya. Supaya tidak bersuara lantang. Tentu ini harus ditolak. Berani?,” ujar Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ustadz Rohmat S. Labib di hadapan ratusan ulama, kyai, dan ustadz di kediaman KH Tb Fathul Adzim di wilayah Kesultanan Banten Lama, Kasemen, Kota Serang, Sabtu (11/2).
Rohmat menjabarkan mengapa sertifikasi ulama itu diinginkan penguasa. Tuturnya, umat Islam selama ini terus dijajah dengan berbagai cara. Kesibukan umat banyak dialihkan dengan kesibukan dan perhatian yang tidak penting bahkan jauh dengan urusan keumatan. Ada umat yang hanya serius tentang sinetron. Hanya dengan sepakbola. Dengan kesukaan-kesukaan yang melenakan dan terus diciptakan penjajah.
“Akhirnya umat tidur. Nah, ulama saat ini berupaya sedang membangunkan umat agar peduli Islam. Agar umat mau membela Islam. Agar umat berjuang bersama ulama. Akibatnya, penguasa resah. Ketakutan. Karena itu, dibuatkansertifikasi. Agar ulama yang disertifikasi itu tidak membangunkan umat yang tertidur. Ulama yang dianggap sejalan oleh penguasa tidak akan disertifikasi. Dan jika upaya sertifikasi tidak cukup, maka dilakukan kriminalisasi ulama,” jelasnya.
“Bagaimana melakukan perlawanan? Maka dibutuhkan pemimpin, pemimpin yang berani, siapa ? Dialah orang yang berani melawan manusia sekaligus takut kepada Allah SWT. Dialah ulama,” ujar Rohmat seraya disambut takbir.
Sementara itu, di akhir sesi, KH Mansyur Muhyidin, ulama Banten asal Bojonegara-Serang, menyampaikan pernyataan sikap atas upaya sertifikasi ulama. Katanya, rencana pemerintah melakukan sertifikasi terhadap ulama bisa termasuk ke dalam tindakan menghalang-halangi upaya dakwah untuk mengembalikan Izzul Islam wal Muslimin.
Menurutnya, dakwah adalah ruh dari ajaran Islam, karena tanpa dakwah Islam tidak akan hidup. Tanpa dakwah Islam tidak akan menyebar luas. Tanpa dakwah Islam tidak akan bisa dipahami dan diterapkan dalam kehidupan, juga dakwah adalah kewajiban bagi seluruh umat islam secara merata, tanpa melihat status mereka apakah khatib atau bukan, dai atau bukan, serta para pengemban dakwah adalah manusia mulia, pilihan Allah yang harus dimuliakan dan didukung oleh semua pihak terutama negara.
“Ancaman bagi para penutup pintu kebaikan,sebagaimana sabda Rasulullah SAW, Sesungguhnya di antara manusia ada orang-orang yang menjadi pembuka kebaikan penutup keburukan. Dan sungguh di antara manusia ada orang-orang yang menjadi pembuka keburukan penutup kebaikan. Maka kebahagian bagi orang yang dijadikan Allah sebagai pembuka kebaikan dan kecelakaanlah bagi orang yang dijadikan Allah sebagai pembuka keburukan,” ujar KH Mansyur menyitir hadits riwayat Ibnu Majah dalam silsilah al-shahihah. [] Dadan Hudaya / MI Banten)