Allah SWT mengutus
Nabi Muhammad saw dengan membawa Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.
Seluruh interaksi antar manusia diatur sedemikian rupa oleh syariat Islam
sehingga bisa mewujudkan kebahagian bagi manusia dan harmoni seluruh alam
semesta.
Wujud kerahmatan Islam
itu bisa tampak manakala Islam diterapkan secara sempurna (kaffah) dalam negara
khilafah. Umat baik secara individu dan berjamaah akan terlindungi oleh Islam.
Mengapa? Karena Islam:
1. Menjaga agama [hifdh ad-dîn]
Islam adalah agama yang
luar biasa dalam hal toleransinya terhadap pemeluk agama lain. Agama lain bisa
hidup tenang di bawah naungan Islam. Ini terjadi sejak masa Nabi SAW ketika
saat itu Madinah
hidup beberapa komunitas berbeda yakni Islam, Yahudi, dan orang-orang Musyrik. Kondisi
itu terus berlangsung hingga masa khilafah di sepanjang masa keberadaannya.
Ketika Spanyol
berada dalam kekuasaan Islam, Islam bisa mengayomi Nasrani dan Yahudi sehingga
saat itu Andalusia dikenal dengan sebutan negara dengan tiga agama.
Pengakuan Islam
terhadap pluralitas masyarakat ini tidak lepas dari ajaran Islam. Allah SWT
berfirman:
﴿لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّيْنِ﴾[سورة
البقرة: 256]
“Tidak ada paksaan dalam memeluk agama [Islam].” (Q.s. al-Baqarah [02]: 256)
Selain melindungi
Islam, Negara Khilafah pun melindungi agama lainnya dengan syarat pemeluknya
menjadi ahli dzimmah. Negara membiarkan mereka Kristen, Yahudi, Hindu, Budha
dan sebagainya. Nabi saw. bersabda:
كَتَبَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ إِلَى أَهْلِ الْيَمَنِ، أَنَّهُ مَنْ كَانَ عَلَى يَهُودِيَّةٍ أَوْ
نَصْرَانِيَّةٍ، فَإِنَّهُ لا يُفْتَنُ
عَنْهَا، وَعَلَيْهِ الْجِزْيَةُ [أخرجه ابن حزم في المحلى]
“Rasulullah saw. menulis surat kepada penduduk
Yaman, bahwa siapa saja yang tetap memeluk Yahudi atau Nasrani, maka dia tidak
boleh dipaksa untuk meninggalkan agamanya. Dia wajib membayar jizyah.” (HR Ibn Hazm dalam kitabnya, al-Muhalla).
Orang-orang non-Muslim
tetap bebas untuk beribadah, menikah, cerai, termasuk makan, minum dan pakaian
sesuai dengan agama mereka.
Namun bagi Muslim,
mereka tidak diperbolehkan meninggalkan Islam, alias murtad. Orang Islam yang
murtad, mengaku Nabi, menistakan Islam dan syariatnya akan dibunuh. Nabi saw.
bersabda:
مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ [رواه
الترميذي]
“Siapa saja yang murtad dari agamanya, maka
bunuhlah dia.” (HR at-Tirmidzi).
Cara Islam ini menjadi semacam imunitas bagi seluruh kaum Muslim. Dengan
cara ini pula maka pemurtadan akan menghadapi tembok tebal. Virus kemurtadan
yang ingin ditularkan oleh orang-orang murtad seperti saat ini tidak akan
terjadi. Mengapa? Karena tak akan ada orang murtad yang hidup dan menjadi
misionaris. Bersamaan dengan itu, khilafah justru mengajarkan akidah Islam
kepada seluruh warga negara melalui jalur pendidikan dan media massa.
Penjagaan khilafah
yang luar biasa terhadap agama ini tidak akan memungkinkan munculnya aliran-aliran
sesat, seperti yang terjadi di negeri ini. MUI Pusat mencatat ada lebih dari
300 aliran sesat di Indonesia. Tidak mungkin ada Gafatar yang menipu ribuan
orang dengan Nabi palsunya. Demikian
pula Ahmadiyah, tidak akan bisa menyebarkan ajaran sesatnya seperti sekarang.
Khilafah pasti akan menghentikan dan menghabisi ajarannya sampai ke
akar-akarnya.
Penjagaan khilafah
atas agama ini pun tidak akan memungkinkan munculnya orang-orang liberal yang
merusak Islam dari dalam. Negara akan menghentikan mereka sebelum mereka
menyebarkan pemikiran rusak dan sesat mereka. Khilafah tak akan memberi ruang
sedikitpun bagi pemikiran Barat (liberalisme, sekulerisme, pluralisme, dan
kapitalisme) berkembang di dunia pendidikan.
Demikian pula
penistaan terhadap Islam, Alquran, dan Nabi
SAW tidak akan muncul. Syariah Islam telah memiliki sejumlah sanksi
keras atas penistaan ini.
2. Menjaga akal [hifdh al-‘aql]
Khilafah mencegah
rakyatnya dari kerusakan akal. Sebagaimana sudah dimaklumi, akal manusia bisa
rusak akibat khamer dan apa saja yang memabukkan. Penjagaan khilafah ini
merupakan implementasi dari firman Allah SWT:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا
الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴾[سورة المائدة:
90]
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.” (Q.s. al-Maidah [05]: 90)
Sabda Nabi saw:
“Khamer diharamkan karena zatnya. Sedangkan yang
memabukkan itu dari semua yang diminimum [dihisap].” (Hr. Ibn Humam).
Kemaslahatan ini
terwujud, dan bisa dirasakan manusia, ketika khamer, narkoba dan sejenisnya
diharamkan. Begitu juga tontonan yang bisa merusak akal juga diharamkan,
seperti film, gambar dan aksi porno. Orang yang memproduksi, mengkonsumsi dan
mendistribusikannya pun diharamkan, dan akan dikenai sanksi. Dengan begitu,
akal manusia pun terjaga.
Ini sangat bertolak
belakang dengan sistem kehidupan kita saat ini. Begitu mudahnya orang
mendapatkan minuman keras (miras) karena negara membolehkan minuman beralkohol
dengan kadar kurang dari 5 persen. Bahkan tidak ada aturan negara yang melarang
seorang Muslim menenggak khamer. Tidak ada juga larangan memproduksi khamer.
Bahkan salah satu pabrik bir besar di Jakarta, sebagian sahamnya adalah milik
pemerintah.
Ironisnya, belakangan
orang begitu mudahnya membuat miras sendiri. Mereka mengoplos miras. Kasus
terbaru di Sleman, Yogyakarta, 22 orang tewas karena menenggak minuman keras
oplosan dari satu produsen miras oplosan.
Menyedihkannya lagi,
miras ini tidak hanya dinikmati oleh orang awam. Aparat keamanan yang
seharusnya menertibkan masyarakat malah ikut-ikutan. Ini yang terjadi di Papua.
Tiga polwan sampai teler karena mengonsumsi miras di indekos mereka.
Kondisi ini kian
diperparah dengan maraknya peredaran narkoba. Negeri Muslim terbesar itu kini masuk dalam kategori darurat narkoba. Mengapa? Pertama, jumlah pengguna narkoba saat
ini sudah mencapai 4 juta orang lebih. Angka meninggal dunia tercatat 30-50
orang setiap hari. Kedua, banyaknya
pelaku yang berhasil ditangkap menjadikan penjara makin penuh. Bahkan
berdasarkan data, separuh dari lembaga pemasyarakatan dan rutan diisi oleh para
pelaku narkoba.
Bagaimana
negeri ini penduduknya merasakan kebahagiaan hidup jika banyak orang di
sekitarnya rusak akalnya. Apalagi, semua orang sudah tahu orang yang rusak
akalnya cenderung melakukan tindak kejahatan berikutnya.
Makanya, Islam sangat peduli dengan nasib umat ini. Pada saat yang sama, Islam mewajibkan kaum Muslim belajar, menuntut ilmu, berpikir dan berijtihad. Semuanya ini bisa meningkatkan kemampuan intelektual manusia. Islam juga memuji para ulama’, karena ilmu dan sikapnya.
﴿يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا
مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوْتُوْا اْلعِلْمَ دَرَجَاتٍ﴾[سورة
المجادلة: 11]
“Allah
mengangkat orang-orang yang beriman dan diberi ilmu di antara kalian beberapa
derajat.” (Q.s. al-Mujadalah [58]: 11)
Bisa dibayangkan, apa
jadinya negeri yang di dalamnya bersih dari orang-orang yang rusak akalnya.
Itulah kerahmatan yang luar biasa.
3. Menjaga jiwa [hifdh al-nafs]
Tanpa syariah Islam,
terbukti aturan manusia tak bisa mencegah dan tak bisa menjerakan manusia untuk
berbuat aniaya terhadap orang lain. Apakah bentuknya melukai, menyerang secara
fisik, sampai membunuh jiwa.
Setiap hari media
massa menyiarkan bagaimana dengan mudahnya seseorang menganiaya orang lain.
Begitu gampangnya pula orang membunuh orang lain hanya gara-gara hal sepele.
Bahkan kasus terbaru di Kalimantan Barat, betapa bejatnya seorang anggota
kepolisian dengan sadis membunuh dan kemudian memutilasi dua anak kandungnya
sendiri yang masih kecil.
Mengapa kejadian sperti
itu terus berlangsung? Bukankah sudah banyak orang dihukum, dimasukkan penjara?
Kondisi seperti ini
akan diminimalisir oleh Islam. Khilafah akan menjaga setiap jiwa dari tindakan
penganiayaan sesama manusia. Ini adalah implementasi dari firman Allah SWT:
﴿إِنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ
نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ
أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ﴾[سورة المائدة:
32]
“Bahwa, siapa siapa yang membunuh seorang manusia, bukan
karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan
dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan siapa
saja yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Q.s. al-Maidah [05]: 32)
Maka bila ada orang
yang melanggar ketentuan ini, Islam akan menjatuhkan sanksi yang keras. Bisa
dalam bentuk diyat [tebusan darah], atau qishash [dibunuh]. Ini
sesuai dengan firman Allah SWT:
﴿وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا
أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴾[سورة البقرة: 179]
“Dan
dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang
yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Q.s. al-Baqarah [05]: 179)
Dengan begitu, darah
dan jiwa manusia pun terjaga. Inilah kerahmatan Islam dalam menjaga setiap jiwa
kaum Muslim.
4. Menjaga harta [hifdh al-mâl]
Banyak orang yang tahu
bahwa mencuri, merampok, ghashab (menipu), dan korupsi adalah tindakan yang
salah. Tapi kenapa banyak anggota masyarakat yang melakukannya?
Selain karena faktor kesejahteraan yang diabaikan oleh negara,
faktor sanksi yang ringan menjadi alasan bagi para pelaku tindak kejahatan
tersebut. Ada kecenderungan angka kriminalitas terus meningkat dari tahun ke
tahun.
Polda Metro Jaya misalnya,
mencatat 3.000 kejahatan setiap bulan atau ratusan setiap hari terjadi di
wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya pada tahun 2015. Bentuknya antara lain
kejahatan konvensional, kejahatan jalanan, pencurian dengan kekerasan,
pencurian dengan pemberatan, dan pencurian kendaraan bermotor.
Di tahun 2013, BPS menghitung,
setiap 1 menit 32 detik terjadi satu tindak kriminal di Indonesia. Sementara
itu dari 100 ribu orang di Indonesia, 140 orang di antaranya berisiko terkena
tindak kejahatan. Angka ini didasarkan pada laporan yang masuk ke kepolisian.
Besaran angka kriminalitas ini akan bertambah bila ditambah angka kejahatan
yang tidak dilaporkan ke kepolisian.
Itu baru yang kecil-kecil. Maling-maling berdasi pun terus bertambah.
Meski sudah banyak koruptor ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
ternyata korupsi terus terjadi. Ada 439 kasus yang ditangangi KPK sejak tahun 2004
hingga Juli 2015. Pelakunya birokrat di daerah hingga pejabat di pusat, sampai
level menteri.
Mereka tak takut
dengan penjara. Bahkan banyak di antara mereka belajar di penjara agar menjadi
penjahat yang lebih hebat.
Kondisi itu tidak akan
terjadi dalam sistem Islam. Sanksi Islam terhadap mereka sangat keras karena
tindakan tersebut adalah sebuah keharaman. Bagi orang yang mencuri, baik Muslim
maupun non-Muslim, akan dikenai sanksi potong tangan. Allah SWT berfirman:
﴿وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْا
أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ
حَكِيمٌ ﴾[سورة
المائدة: 38]
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan
dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.s. al-Maidah [05]: 38)
Bisa dibayangkan, para pencuri akan teridentifikasi kejahatan yang pernah
dilakukannya sepanjang hidupnya. Ini akan mencegahnya mencuri ulang. Dan bagi
masyarakat akan senantiasa waspada bila bertemu dengan para mantan pencuri ini.
Sedangkan orang yang ghashab
(merampas) dan korupsi, akan dikenai sanksi ta’zîr. Hukumannya
diserahkan kepada hakim. Dan hakim pun bisa menjatuhkan hukuman yang maksimal
seperti hukuman mati.
Dengan begitu, harta
akan terjaga, dan tak ada seorang pun yang berani mengambil harta orang lain
yang bukan haknya.
Semuanya ini
membuktikan dengan jelas, bahwa Islam telah menjaga agama, akal, jiwa dan harta
benda manusia dengan sangat sempurna. Dengannya, kehidupan masyarakat pun
menjadi tenang, tenteram dan bahagia, serta dijauhkan sejauh-jauhnya dari
hal-hal yang bisa merusak ketenteraman dan kebahagiannya. Itulah kerahmatan
Islam bagi masyarakat, dari urusan agama hingga harta benda.