*SISI TERSEMBUNYI MAPARA JAWA TENGAH*
Oleh : Husain Matla*
Berita tentang Masirah Panji Rasulullah (Mapara) Jawa Tengah selama ini nampaknya memang hampir tidak ada. Hal itu karena semua pemberitaan menunggu selesainya acara terakhir, yaitu masirah kedua, pada hari Rabu 19 April 2017.
Fokus tulisan saya adalah lebih pada “sisi-sisi tersembunyi”, di luar pemberitaan umum yang mulai gencar tersebar via Dakwah jateng dan status dari banyak sahabat yang terlibat di dalam Mapara Jateng ini.
Sisi-sisi tersembunyi ini perlu diungkap karena terasa sangat emosional dan penuh romantika. Romantika terkait pelaksanaan, terkait kerja sama yang begitu baik antar sesama syabab, dan terutama “romantika” dalam hubungannya dengan pemegang kendali seluruh kejadian, baik terkait pejuang risalah maupun penghadang risalah, yaitu Allah SWT.
Ulasan pertama adalah di bawah ini.
_____________________________________
BELASAN BENTUK PERTOLONGAN ALLAH SWT PADA MAPARA I, REST AREA, UNGARAN
Pelaksanaan masirah di Rest Area ini (Ahad, 9-4-2017, jam. 5.30-6.05) sebenarnya begitu terasa mendebarkan buat para penyelenggaranya. Ini adalah sebuah plan C. Karena plan A (Stadion Tri Lomba Juang) dan plan B (Jl. Pahlawan) digagalkan oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan bendera Liwa dan panji Royah berkibar di seantero Jawa Tengah. Saya sempat mengiringi SC di suatu tempat saat beliau-beliau itu mendapat tekanan sedemikian rupa. Sebagaimana Bung Karno yang sempat memberi mandat kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara untuk membuat pemerintahan darurat di Bukit Tinggi ketika Agresi Belanda II di Jogjakarta, maka Ketua SC, atas persetujuan ketua OC, sempat memberi mandat kepada Ketua Tim Acara II untuk melaksanakan mapara di Rest Area Ungaran.
Mengapa saya sampaikan banyak pertolongan Allah di sini? Karena tidak ada seorang syabab pun yang menguasai penuh medan ini. Banyak hal tidak kita ketahui. Seperti misal kondisi tempat, posisi lapangan, kelayakan tempat shalat dll. Bondo nekat. Tapi sungguh, ada satu pertanyaan: Mengapa banyak ide, sikap, keputusan, dan respon spontan dari banyak syabab yang membentuk “kesatuan konsep tidak sengaja”, yang akhirnya menjadikan acara itu sesuai rencana dan begitu berkesan. Umumnya syabab pulang dari Rest Area pun dengan perasaan copy paste perjuangan Rasulullah di Madinah dulu. Berat, meletihkan…, tapi penuh makna.
Berikut puzzle-puzzle langkah syabab yang sambung menyambung itu.
Di sela tekanan yang luar biasa, kok ya SC sempat terpikir untuk memilih Rest Area ini? Walau Tim Acara II ketika sampai tempat itu masih meraba-raba, pada akhirnya harus diakui tempat ini begitu bagus untuk mapara darurat. Tempatnya strategis sebagai lokasi perkumpulan semua peserta non Semarang Raya, tak terdeteksi karena di luar kota, gampang dijangkau karena berada di pinggir jalan tol, ada tempat shalat yang darurat tapi kondusif, serta posisi lapangan yang dikepung gedung-gedung kecil mejadikan acara itu terasa dihadiri banyak sekali peserta (karena di balik gedung itu tak terlihat ada orang atau tidak, tapi dari depan terlihat tempat itu penuh).
Tim Acara II sebenarnya sempat salah langkah. Berpikir datang ke lokasi agak mepet dengan grab karena berpikir efisiensi biaya (mempertimbangkan sekalian pulang). Tapi Ketua OC meminta jam 3.00 sudah berangkat dari Semarang ke rest area. Akhirnya jam 3.00 sekitar 10 orang anggota tim berangkat. Diikuti 40 orang berikutnya. Setengah empat sampai lokasi. Bisa awal sampai lokasi ini sangat membantu. Ternyata di sana para peserta dari luar kota masih utuh. Jumlahnya masih sangat banyak. Solo, Banyumas, dll masih utuh. Akhirnya beberapa persiapan seperti persiapan shalat shubuh dll bisa dilakukan dengan tenang. Padahal diutus 50 orang dari Semarang untuk berjaga kalau banyak yang pulang.
Ketua Tim Acara II sendiri sebenarya bukan orang istimewa. Bahkan ia heran ketika ditunjuk. Tapi ada seorang syabab yang memberikan alasan brilian mengapa ia ditunjuk. Syabab itu berkata, “Antum punya hubungan baik dengan para amir di selatan.” Konstelasi yang demikian ternyata sangat menguntungkan. Begitu Tim Acara II sampai lokasi, banyak koordinasi bisa dilakukan dengan berbagai amir di daerah selatan Jawa Tengah.
Suasana ketika Tim Acara II sampai lokasi sebenarnya membuat ketar-ketir. Sangat mencekam. Ini karena banyak Liwa Royah diturunkan dari mobil bak tetapi tidak ada penutup. Akhirnya dicoba ditutup spanduk, tapi hanya tertutup sepertiga. Kondisi ini sempat membuat hati terasa teraduk-aduk, “Mengapa bendera Rasul justru dikejar untuk disingkirkan oleh umatnya? Mengapa hanya untuk menaruh bendera Rasul ini saja begitu sulitnya? Mengapa bertaruh nyawa justru dalam rangka melindungi bendara Rasul dari umatnya?” Tapi usul amir Solo Raya begitu menolong: Saat ini sudah tersedia tempat wudhu, shalat bisa dilaksanakan di restoran yang sudah dibersihkan, dan bendera nantinya diberikan kepada para peserta dengan didekap di depan tubuhnya, namun nanti begitu dikibarkan akan langsung diangkat tinggi-tinggi.
Demikian tegangnya suasana, sampai MC acara tidak terbawa ke lokasi. Berikutnya dihubungi tim acara beberapa kali agar bisa menyusul dengan mobil berikutnya tapi tidak terhubung. Selesai shalat shubuh, ternyata MC sudah siap di tempat. Ia barusan datang bersama mobil bak. Dengan warna baju orange di tengah kegelapan, ia menjadi gampang dikenali. Walau terlihat lelah, ia menyatakan sudah siap. Tenyata kondisi ini cukup membantu. Keterlambatan dirinya ke lokasi justru jadi berkah. Karena menjadikannya terisolasi dari permasalahan teknis yang tidak ada hubungan dengan acara. MC pun sangat powerfull memandu suasana.
Puisi dari Ustadz Ismail Yusanto, yang ternyata belum sampai naskahnya di lokasi, menjadikan tim acara dan MC merasa kalau acara nanti kurang maksimal. Tiba-tiba seorang anggota Tim Acara II berinisiatif kontak dengan pihak yang jadi sumber puisi tadi. Hanya dalam hitungan 5 menit puisi itu sudah didapat. Saat MC membaca baris puisi , “JIka perjuangan kita sebesar bumi, maka kesabaran kita haruslah seluas alam semesta.!” Nampak dari atas penggung peserta sangat emosional. Takbir bergemuruh!!! Tidak berhasilnya mereka mencapai Tri Lomba Juang dan Jl. Pahlawan terobati dengan kesadaran penuh untuk apa mereka melakukan semua ini.
Terkait susunan acara, tim acara pun segera merombak keputusan. Semula, susunannya adalah pusi, dua orasi, doa, dilanjut pengibaran Liwa Royah. Tapi ini dikhawatirkan rawan. Bagaimana jika acara baru berlangsung lima menit, tiba-tiba datang pihak-pihak yang mau mengganggu acara? Tentu belum sempat mengibarkan panji dan bendera. Akhirnya seorang anggota tim acara segera mendatangi MC dan berbisik bahwa bendera harus sejak awal. Akhirnya MC , dengan sedikit mengenang perjuangan sahabat Rasulullah, memerintahkan pengibaran Liwa Royah. Takbir pun membahana!!! Pengibaran yang terasa sangat tidak datar di hati. Pengibaran yang butuh perjuangan yang sudah terasa “berbau arena Mu’tah”. Mengangkat Liwa kali ini begitu terasa beda. Mengingat sangat memungkinkan datangnya para “gali-gali yang dikasih seragam” sebagaimana mereka merangsek menggangu berbagai masirah di tempat lain. Atau sebagaimana GMBI mengamuk terhadap FPI di Bandung.
Koordinasi tim acara dan tim infokom pun berjalan lancar. Tim infokom bekerja begitu sigap. Bendera berkibar lima menit, segera berbagai jepretan kamera canggih infokom berseliweran. Dan tidak lama berselang muncul dua kecapung besar di atas para peserta. Drone telah bekerja. Maka berbagai kegiatan pun akan terdokumentasikan secara “from above”. Tim acara dan panitia secara umum bisa mengambil nafas lega. Andai ada orang-orang tidak bertanggung jawab mau menyerang acara ini, biar terjadilah yang harus terjadi !!! Kami tidak perduli lagi !!! Dokumentasi telah berlangsung dan tidak bisa dihadang. Andai acara hanya bisa berlangsung sepuluh menit, maka berita pengibaran bendera Rasul tak akan terhadang. Bahkan gangguan itu akan menjadikan banyak orang tidak terima bendera Rasul dilecehkan. Dan opini akan terus menyebar ke segala tempat di Indonesia.
Banyak orang yang semula datang di masirah di tempat lain, yang direncanakan di daerah Tembalang, datang ke rest area. Mereka mendekat ke sisi timur panggung mengangkat Liwa dan Royah. MC semakin terpacu suasana sehingga kata-katanya semakin berjiwa. Takbir semakin bergema. Semua orang di tempat itu terbawa jenis perasaan yang belum pernah mereka rasakan: ternyata mengibarkan bendera Rasul itu bukan datar-datar saja.
Pihak yang jadi orator dan memandu do’a pun sebenarnya baru ditunjuk malamnya. Orang-orang yang disiapkan lebih difokuskan di acara di Tembalang. Sehingga yang ditunjuk di tempat ini baru dan spontan. Tapi sebagaimana selalu terjadi dalam sejarah, didikan keadaan senantiasa lebih bagus dari didikan program. Kegagalan datang ke Tri Lomba Juang ditambah suasana revolusioner menjadikan orasi begitu hidup. Bukan suatu yang disiapkan, namun suatu ledakan teriakan spenuh hati akan makna perjuangan. “Akankah kita siap membela bendera Rasulullah?” begitu pertanyaan orator. “Siaapppp !!!” begitu jawaban peserta. Sebuah jawaban yang nampak jujur. Air mata pun bercucuran dari banyak lelaki gagah. Tentu bukan air mata cengeng.
Pada akhir orasi, nampak orang-orang tua bertubuh kecilyang datang dari pelosok Cilacap, Dayeuh Luhur, Banyumas, Wonogiri, Kudus, terlihat mengangkat Liwa dan Royah dengan penuh semangat. Tampakdari panggung mereka itu bukan orang renta namun para prajurit Allah.
Seorang ustadz dari Solo pun memimpin doa. “Hancurkanlah mereka yang menghadang bendera Rasul ya Allah!!!” Teriakan amin dan takbir pun bersaut sautan. Semoga begidik andai orang-orang yang Ikut menghadang jika menyadari peristiwa yang terjadi ini. Saya sendiri sangat yakin do’a itu makbul.
Seorang anggota Tim Acara I yang semula datang di mapara satunya (Tembalang), nampak datang. Ia menyampaikan sebenarnya peserta di rest area telah diberi dua bendera besar. Satu Liwa satu royah. Segera keduanya dicari dan ketemu. Segara kedua bendera diarak di atas kepala para peserta. Kedua bendera berjalan dari timur terus ke barat, dan kemudian balik ke timur. Para peserta dengan ikhlas dan cekatan memindah-mindahkan bendera dengan lancarnya. Drone pun segera memburu perjalanan dua bendera itu dari atas.
Acara pun ternyata berlangsung 35 menit. Cukup panjang untuk sebuah acara darurat dan dalam perburuan para penghadang risalah semacam ini.
Acara pun kemudian di tutup.
Seperempat jam kemudian, tim acara sadar ada yang salah. Ternyata harusnya mobil pulang dengan bendera berkibar. Demikian perintah dari pusat. Sebelumnya tim acara tidak memerintahkan hal demikian dengan asumsi pengibaran bendera di mobil dilakukan sebagai kegiatan tersendiri dengan mobil sewaan. Namun ternyata tafsir ini salah. Akhirnya tim acara segera menghadang mobil-mobil yang mau keluar rest area. Seorang anggota tim acara berbaju batik merah nampak begitu tanggap. Ia melihat bendera berkibar di mobil harus dengan tiang kecil. Maka ia ambil tiang-tiang yang lebih kecil yang sudah terkumpul di mobil bak. Ia potong jadi dua dan ia kasihkan ke mobil-mobil yang keluar rest area. Beberapa anggota tim acara pun mengikuti. Akhirnya sekitar 40 mobil dari 70-an mobil yang ada keluar dengan bedera Liwa dan Royah berkibar di kanan-kiri mobil.
Tim infokom pun nampak sudah berada di atas jembatan penyeberangan di depan pintu keluar. Maka begitu mobil-mobil keluar, jepret-jepret kamera dan drone segera memburu adegan keluarnya mobil berbendera Liwa’ itu untuk nantinya foto-foto dan video itu akan menjadi prajurit dakwahyang akan senantiasa mendatangi para penggemar dunia maya dan beberapa kali muncul di dunia nyata.
Maha besar Allah dengan segala karunianya.
Tiap-tiap paragraph, saya terkenang dengan satu orang. Semoga anda semua semakin istiqamah sebagai prajurit dakwah yang siap menghitam putihkan dunia dengan bendera Rasul.
Bagitu juga saudara-saudara yang lain yang tak bisa disebutkan satu persatu, yang kalau didaftar langkahnya, mau berapa ratus paragraph cerita ini akan dilanjutkan. Allah-lah yang telah mengilhamkan puzzle-puzzle itu dan menyambungkannya ke dalam satu desain yang tak terduga.
Sangat mudah bagi Allah untuk memberikan hal semacam itu, atau bahkan jauh lebih besar di itu.
Subhanallah. Alhamdulillah. Allahu akbar !!!
===================
*penulis buku "Antara Ekonomi Budak vs Ekonomi Orang Merdeka" dan "Ekonomi Penyangga Jihad"