Rasulullah SAW bersabda: “Apabila seorang hamba yang beriman menderita
sakit, maka Allah memerintahkan kepada para malaikat agar menulis
perbuatan yang terbaik yang dikerjakan hamba mukmin itu pada saat sehat
dan pada saat waktu senangnya.”
Ujaran Rasulullah SAW tsb
diriwayatkan oleh Abu Imamah al Bahili. Dalam hadist yang lain
Rasulullah bersabda :
“Apabila seorang hamba mukmin sakit, maka
Allah mengutus 4 malaikat untuk datang padanya.”...
Allah memerintahkan :
1. Malaikat pertama untuk mengambil
kekuatannya sehingga menjadi lemah.
2. Malaikat kedua untuk
mengambil rasa lezatnya makanan dari mulutnya
3. Malaikat
ketiga untuk mengambil cahaya terang di wajahnya sehingga berubahlah
wajah si sakit menjadi pucat pasi.
4. Malaikat keempat untuk
mengambil semua dosanya , maka berubahlah si sakit menjadi suci dari
dosa.
Tatkala Allah akan menyembuhkan hamba mukmin itu, Allah
memerintahkan kepada malaikat 1, 2 dan 3 untuk mengembalikan
kekuatannya, rasa lezat, dan cahaya di wajah sang hamba.
Namun
untuk malaikat ke 4 , Allah tidak memerintahkan untuk mengembalikan
dosa-dosanya kepada hamba mukmin. Maka bersujudlah para malaikat itu
kepada Allah seraya berkata : “Ya Allah mengapa dosa-dosa ini tidak
Engkau kembalikan?”
Allah menjawab: “Tidak baik bagi
kemuliaan-Ku jika Aku mengembalikan dosa-dosanya setelah Aku menyulitkan
keadaan dirinya ketika sakit. Pergilah dan buanglah dosa-dosa tersebut
ke dalam laut.”
Dengan ini, maka kelak si sakit itu berangkat
ke alam akhirat dan keluar dari dunia dalam keadaan suci dari dosa
sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Sakit panas dalam sehari semalam,
dapat menghilangkan dosa selama setahun.”
“Tiada seorang mu’min
yang ditimpa oleh lelah atau penyakit, atau risau fikiran atau sedih
hati, sampaipun jika terkena duri, melainkan semua penderitaan itu akan
dijadikan penebus dosanya oleh Allah,” (HR Bukhari-Muslim).
Keuntungan sedekah
tidak dapat dihitung dengan rumus matematika konvensional. Yusuf Mansur
memopulerkan istilah matematika sedekah. Mengacu kepada ajaran Islam bahwa
sedekah satu akan dilipatkan menjadi sepuluh, Yusuf Mansur kemudian membuat
rumus demikian: sepuluh ribu dikurangi seribu untuk sedekah, hasilnya adalah
sembilan belas ribu. Jika dikurangi dua ribu untuk sedekah, hasilnya menjadi
dua puluh delapan ribu.
Itulah rumus matematika sedekah, yang merupakan perasan dari sejumlah
keterangan dalam Alquran dan hadis. Allah sendiri berulang kali menegaskan
bahwa sedekah tidak akan mengurangi harta. Dalam pandangan awam, harta memang
berkurang ketika dipakai untuk sedekah. Tetapi, dalam kaca mata iman tidaklah
demikian.
“Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka
pahalanya itu untuk kamu sendiri, dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu
melainkan karena mencari keridaan Allah, dan apa saja harta yang baik yang kamu
nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup, sedangkan kamu
sedikit pun tidak akan dirugikan.” [QS Al-Baqarah/2: 272].
Perhatikan, ayat di atas menggarisbawahi “harta yang baik” dan “di jalan
Allah”. Karena, sangat boleh jadi orang melakukan sedekah tetapi dengan harta
yang tidak baik. Misalnya, membangun masjid dari praktik korupsi, mendirikan
pesantren dari hasil pelacuran, membantu panti asuhan dari bisnis narkoba, dan
seterusnya. Tidak sedikit pula orang yang mengeluarkan uang dalam jumlah besar
hanya untuk menyukseskan perbuatan atau kegiatan yang tidak baik. Lihatlah para
konglomerat yang rela merogoh kocek miliaran rupiah untuk menyelenggarakan
pagelaran Miss World, kandidat pemimpin yang mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk
membeli suara, tersangka hukum yang memberikan gratifikasi triliunan rupiah
untuk menyuap hakim, dan seterusnya.
Harta tidak baik yang digunakan di jalan Allah dan harta baik yang digunakan di
jalan setan, keduanya tidak bernilai sedekah di mata Allah. Sedekah harus
memenuhi dua kriteria, sebagaimana ditegaskan dalam ayat di atas, yaitu harta
baik yang disalurkan di jalan Allah. Itulah harta yang tidak sia-sia, karena
Allah akan memberikan ganti secara berlipat ganda.
Janji Allah tidak pernah dusta. Kewajiban orang beriman adalah meyakininya
dengan segenap hati. Rasulullah sendiri pernah menginformasikan, “Tiada sehari
pun sekalian hamba memasuki suatu pagi, kecuali ada dua malaikat yang turun.
Salah satu dari keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang
menafkahkan hartanya’. Sementara yang lain berkata, ‘Ya Allah, berikanlah
kebinasaan kepada orang yang menahan hartanya’.” [HR Bukhari dan Muslim].
Mengelola harta memang bukan perkara mudah. Harta kerap mendatangkan
keberuntungan, tetapi, jika salah menggunakan, harta justru menghasilkan
kebuntungan. Karena itu, Islam memberikan panduan lengkap seputar cara
mengelola harta agar kepemilikan harta berujung keberuntungan, bukan
kebuntungan. Salah satunya adalah lewat ajaran sedekah. Harta yang
disedekahkan, itulah harta yang sebenarnya, karena akan kekal sampai di alam
baka. Yang berada di tangan tidak lain akan menjadi hak ahli waris.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah pernah bertanya, “Siapakah di antara kamu yang
lebih menyukai harta ahli warisnya daripada hartanya sendiri?” Serentak para
sahabat menjawab, “Ya Rasulullah, tiada seorang pun dari kami, melainkan
hartanya adalah lebih dicintainya.” Beliau kemudian bersabda, “Sungguh harta
sendiri ialah apa yang telah terdahulu digunakannya, sedangkan harta ahli
warisnya adalah segala yang ditinggalkannya (setelah dia mati).” [HR Bukhari
dan Muslim].
Hadis di atas, dengan demikian, secara tidak langsung mengingatkan bahwa harta
yang ada di tangan kita sebenarnya hanya titipan Allah. Supaya manfaatnya masih
dapat dirasakan sampai kita kembali ke akhirat, maka harta itu harus
dinafkahkan di jalan kebaikan semasih hidup di dunia. Lebih membahagiakan,
balasan Allah bahkan sering tidak harus menunggu di akhirat, tetapi langsung
Dia tunaikan ketika kita masih hidup di dunia berupa rezeki yang melimpah.
Rezeki adalah segala pemberian Allah untuk memelihara kehidupan. Dalam hidup,
ada dua jenis rezeki yang diberikan Allah kepada manusia, yaitu Rezeki Kasbi
(bersifat usaha) dan Rezeki Wahbi (hadiah). Rezeki Kasbi diperoleh lewat usaha
dan kerja. Tetapi Rezeki Wahbi datangnya di luar prediksi manusia, kadang malah
tidak memerlukan jerih payah. Karena Rezeki Wahbi merupakan wujud sifat rahim
Allah, maka orang yang gemar melakukan sedekah sangat berpeluang mendapatkan
rezeki jenis terakhir ini. Indah Allah melukiskan dalam Alquran.
“Permisalan (nafkah yang dikeluarkan) orang-orang yang menafkahkan harta di
jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir,
pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa
yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
[QS Al-Baqarah/2: 261].
Sangat banyak ayat Alquran dan hadis Rasulullah yang mengungkap keuntungan
sedekah. Setiap kita berpeluang mendapatkan keuntungan itu sepanjang gemar
melakukan sedekah disertai keyakinan mantap terhadap kemurahan Allah. Tidak ada
ceritanya kemiskinan karena sedekah. Tidak pula orang membuka pintu permintaan,
melainkan Allah membuka untuknya pintu kemiskinan.
Sebab itu, jangan lagi berusaha menotal keuntungan sedekah dengan rumus
matematika seperti umumnya kita menotal hasil keuntungan perdagangan atau
penjualan barang-barang kita.
Keuntungan sedekah
tidak dapat dihitung dengan rumus matematika konvensional. Yusuf Mansur
memopulerkan istilah matematika sedekah. Mengacu kepada ajaran Islam bahwa
sedekah satu akan dilipatkan menjadi sepuluh, Yusuf Mansur kemudian membuat
rumus demikian: sepuluh ribu dikurangi seribu untuk sedekah, hasilnya adalah
sembilan belas ribu. Jika dikurangi dua ribu untuk sedekah, hasilnya menjadi
dua puluh delapan ribu.
Itulah rumus matematika sedekah, yang merupakan perasan dari sejumlah
keterangan dalam Alquran dan hadis. Allah sendiri berulang kali menegaskan
bahwa sedekah tidak akan mengurangi harta. Dalam pandangan awam, harta memang
berkurang ketika dipakai untuk sedekah. Tetapi, dalam kaca mata iman tidaklah
demikian.
“Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka
pahalanya itu untuk kamu sendiri, dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu
melainkan karena mencari keridaan Allah, dan apa saja harta yang baik yang kamu
nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup, sedangkan kamu
sedikit pun tidak akan dirugikan.” [QS Al-Baqarah/2: 272].
Perhatikan, ayat di atas menggarisbawahi “harta yang baik” dan “di jalan
Allah”. Karena, sangat boleh jadi orang melakukan sedekah tetapi dengan harta
yang tidak baik. Misalnya, membangun masjid dari praktik korupsi, mendirikan
pesantren dari hasil pelacuran, membantu panti asuhan dari bisnis narkoba, dan
seterusnya. Tidak sedikit pula orang yang mengeluarkan uang dalam jumlah besar
hanya untuk menyukseskan perbuatan atau kegiatan yang tidak baik. Lihatlah para
konglomerat yang rela merogoh kocek miliaran rupiah untuk menyelenggarakan
pagelaran Miss World, kandidat pemimpin yang mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk
membeli suara, tersangka hukum yang memberikan gratifikasi triliunan rupiah
untuk menyuap hakim, dan seterusnya.
Harta tidak baik yang digunakan di jalan Allah dan harta baik yang digunakan di
jalan setan, keduanya tidak bernilai sedekah di mata Allah. Sedekah harus
memenuhi dua kriteria, sebagaimana ditegaskan dalam ayat di atas, yaitu harta
baik yang disalurkan di jalan Allah. Itulah harta yang tidak sia-sia, karena
Allah akan memberikan ganti secara berlipat ganda.
Janji Allah tidak pernah dusta. Kewajiban orang beriman adalah meyakininya
dengan segenap hati. Rasulullah sendiri pernah menginformasikan, “Tiada sehari
pun sekalian hamba memasuki suatu pagi, kecuali ada dua malaikat yang turun.
Salah satu dari keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang
menafkahkan hartanya’. Sementara yang lain berkata, ‘Ya Allah, berikanlah
kebinasaan kepada orang yang menahan hartanya’.” [HR Bukhari dan Muslim].
Mengelola harta memang bukan perkara mudah. Harta kerap mendatangkan
keberuntungan, tetapi, jika salah menggunakan, harta justru menghasilkan
kebuntungan. Karena itu, Islam memberikan panduan lengkap seputar cara
mengelola harta agar kepemilikan harta berujung keberuntungan, bukan
kebuntungan. Salah satunya adalah lewat ajaran sedekah. Harta yang
disedekahkan, itulah harta yang sebenarnya, karena akan kekal sampai di alam
baka. Yang berada di tangan tidak lain akan menjadi hak ahli waris.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah pernah bertanya, “Siapakah di antara kamu yang
lebih menyukai harta ahli warisnya daripada hartanya sendiri?” Serentak para
sahabat menjawab, “Ya Rasulullah, tiada seorang pun dari kami, melainkan
hartanya adalah lebih dicintainya.” Beliau kemudian bersabda, “Sungguh harta
sendiri ialah apa yang telah terdahulu digunakannya, sedangkan harta ahli
warisnya adalah segala yang ditinggalkannya (setelah dia mati).” [HR Bukhari
dan Muslim].
Hadis di atas, dengan demikian, secara tidak langsung mengingatkan bahwa harta
yang ada di tangan kita sebenarnya hanya titipan Allah. Supaya manfaatnya masih
dapat dirasakan sampai kita kembali ke akhirat, maka harta itu harus
dinafkahkan di jalan kebaikan semasih hidup di dunia. Lebih membahagiakan,
balasan Allah bahkan sering tidak harus menunggu di akhirat, tetapi langsung
Dia tunaikan ketika kita masih hidup di dunia berupa rezeki yang melimpah.
Rezeki adalah segala pemberian Allah untuk memelihara kehidupan. Dalam hidup,
ada dua jenis rezeki yang diberikan Allah kepada manusia, yaitu Rezeki Kasbi
(bersifat usaha) dan Rezeki Wahbi (hadiah). Rezeki Kasbi diperoleh lewat usaha
dan kerja. Tetapi Rezeki Wahbi datangnya di luar prediksi manusia, kadang malah
tidak memerlukan jerih payah. Karena Rezeki Wahbi merupakan wujud sifat rahim
Allah, maka orang yang gemar melakukan sedekah sangat berpeluang mendapatkan
rezeki jenis terakhir ini. Indah Allah melukiskan dalam Alquran.
“Permisalan (nafkah yang dikeluarkan) orang-orang yang menafkahkan harta di
jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir,
pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa
yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
[QS Al-Baqarah/2: 261].
Sangat banyak ayat Alquran dan hadis Rasulullah yang mengungkap keuntungan
sedekah. Setiap kita berpeluang mendapatkan keuntungan itu sepanjang gemar
melakukan sedekah disertai keyakinan mantap terhadap kemurahan Allah. Tidak ada
ceritanya kemiskinan karena sedekah. Tidak pula orang membuka pintu permintaan,
melainkan Allah membuka untuknya pintu kemiskinan.
Sebab itu, jangan lagi berusaha menotal keuntungan sedekah dengan rumus
matematika seperti umumnya kita menotal hasil keuntungan perdagangan atau
penjualan barang-barang kita.
Dengan menyebut asma Alloh Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Semoga Alloh tetap melimpahkan rahmat dan salam kepada junjungan dan penghulu
kita Muhammad beserta keluarga dan sahabat beliau.
Ya Alloh ! Apa yang saya lakukan pada tahun ini tentang sesuatu yang Engkau
larang aku melakukannya, kemudian belum bertaubat, padahal Engkau tidak
meridloi (merelakannya), tidak melupakannya dan Engkau bersikap lembut kepadaku
setelah Engkau berkuasa menyiksaku dan Engkau seru aku untuk bertaubat setelah
aku melakukan kedurhakaan kepada MU, maka sungguh aku mohon ampun kepada MU,
ampunilah aku !
Dan apapun yang telah aku lakukan dari sesuatu yang Engkau ridloi dan Engkau
janjikan pahala kepadaku, maka aku mohon kepada MU ya Alloh, Dzat Yang Maha
Pemurah, Dzat Yang Maha Luhur lagi Mulia, terimalah persembahanku dan janganlah
Engkau putus harapanku dari MU, wahai Dzat Yang Maha Pemurah!
Semoga Alloh tetap melimpahkan rahmat dan salam kepada junjungan kita Muhammad
beserta keluarga dan sahabat beliau.
Dengan menyebut asma Alloh Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Semoga Alloh tetap melimpahkan rahmat dan salam (belas kasihan dan
kesejahteraan) kepada junjungan dan penghulu kita Muhammad beserta keluarga dan
sahabat Beliau.
Ya Alloh ! Engkau Dzat Yang Kekal, yang tanpa Permulaan, Yang Awal (Pertama)
dan atas kemurahan MU yang agung dan kedermawanan MU yang selalu berlebih, ini
adalah tahun baru telah tiba : kami mohon kepada MU pada tahun ini agar
terhindar (terjaga) dari godaan syetan dan semua temannya serta bala tentara
(pasukannya), dan (kami mohon) pertolongan dari godaan nafsu yang selalu
memerintahkan (mendorong) berbuat kejahatan, serta (kami mohon) agar kami
disibukkan dengan segala yang mendekatkan diriku kepada MU dengan
sedekat-dekatnya. Wahai Dzat Yang Maha Luhur lagi Mulia, wahai Dzat Yang Maha
Belas Kasih!
Semoga Alloh selalu melimpahkan rahmat dan salam kepada junjungan dan penghulu
kita Muhammad beserta keluarga dan sahabat beliau. Semoga Alloh mengabulkan
permohonan kami.