Kamis, 26 September 2013
AULIA ADVERTISING: AULIA ADVERTISING: Terima Pasang Iklan Blogger
AULIA ADVERTISING: AULIA ADVERTISING: Terima Pasang Iklan Blogger: AULIA ADVERTISING: Terima Pasang Iklan Blogger : Tawaran Sangat MURAH yang kami berikan: Iklan Banner : 1. 300 x 250 (di sidebar kanan)...
Selasa, 24 September 2013
Keistimewaan Hari Jum'at
ISTIMEWANYA HARI
JUMAT DARI NASH / DALIl
Hari Jum'at merupakan hari yang agung di antara hari-hari
lainnya. Di dalamnya banyak berkah dan karunia. S...elayaknya hamba muslim giat dan sungguh-sungguh
memanfaatkan hari tersebut. Apabila selesai shalat Jum'at maka bertebaranlah di
muka bumi mencari karunia Allah dengan menjalin silaturahim, menjenguk orang
sakit, dan banyak mengingat Allah sebagaimana firman-Nya,
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (QS. Al-Jum'ah: 10)
Pada hari itu, Allah mewajibkan shalat Jum'at dan khutbahnya. Memerintahkan kepada mereka agar bersama-sama mendatanginya untuk menyatukan hati dan membina persatuan mereka. Fungsi lainnya, kegiatan Jum'atan menjadi media taklim (pengajaran) untuk orang jahil di antara mereka, dan untuk memberikan peringatan bagi yang lalai. Juga sebagai media meluruskan orang yang menyimpang. Oleh sebab itu, Allah mengharamkan semua kesibukan dengan urusan dunia dan setiap aktifitas yang memalingkan dari menghadiri Shalat Jum'at saat sudah dikumandang panggilan Shalat.
Allah telah menyediakan janji istimewa bagi hamba-Nya yang memuliakan hari tersebut dengan pahala yang besar ampunan dosa selama satu pekan. Yakni apabila ibadah Jum'at yang dikerjakan hamba tersebut baik dan menghiasinya dengan syarat-syarat kesempurnaanya.
Diriwayatkan dari Aus bin Aus Radliyallah 'Anhu, berkata, "aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ ثُمَّ بَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا
"Barangsiapa mandi pada hari Jum'at, berangkat lebih awal (ke masjid), berjalan kaki dan tidak berkendaraan, mendekat kepada imam dan mendengarkan khutbahnya, dan tidak berbuat lagha (sia-sia), maka dari setiap langkah yang ditempuhnya dia akan mendapatkan pahala puasa dan qiyamulail setahun." (HR. Abu Dawud no. 1077, al-Nasai no. 1364 Ahmad no. 15585)
Diriwayatkan dari Salman Radliyallah 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
لَا يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ فَلَا يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الْإِمَامُ إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى
"Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at dan bersuci semampunya, berminyak dengan minyaknya atau mengoleskan minyak wangi yang di rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan), kemudian dia mendirikan shalat sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan khutbah dengan seksama ketika imam berkhutbah, melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi) antara Jum’at tersebut dan Jum’at berikutnya." (HR. Bukhari dalam Shahih-nya, no. 859)
Pada hari Jum'at terdapat satu waktu yang mubarakah (diberkahi) yang ditunjukkan oleh hadits shahih dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah membicarakan tentang hari Jum'at lalu beliau bersabda,
إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَقَالَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا
"Sesungguhnya pada hari Jum'at itu terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim berdiri berdoa memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia akan mengabulkannya." Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, -yang kami pahami- untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat)." (Muttafaq 'Alaih)
Maka hendaknya kita menyibukkan diri dengan berbagai bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah, berbekal diri dengan takwa, amalan-amalan sunnah, zikir, doa, dan memperbanyak shalawat kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Dari Aus bin Aus Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam:
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ قَالَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلَاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرَمْتَ قَالَ يَقُولُونَ بَلِيتَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ
"Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling afdhal adalah hari Jum'at. Karenanya perbanyaklah shalawat atasku pada hari itu, karenasesungguhnya shalawat kalian akan disampaikan kepadaku. Aus berkata: para shahabat berkata: "Ya Rasulallah, bagaimana shalawat kami atasmu akan disampaikan padamu sedangkan kelak engkau telah lebur dengan tanah?" Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjawab: "Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi memakan jasad para Nabi." (HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al Hakim dengan sanad yang shahih)
Hendaknya pada hari itu, kaum muslimin mengosongkan hati dari memikirkan kesibukan duniawi, lalu menyibukkan diri dengan taubat dan istighfar, zikir, bertasbih dan membaca Al-Qur'an. Khususnya membaca surat al-Kahfi, seperti yang ditunjukkan hadits dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ َقَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ
"Siapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, maka dipancarkan cahaya untuknya sejauh antara dirinya dia dan Baitul 'Atiq." (HR. Al-Darimi, no. 3273. Juga diriwayatkan al-Nasai dan Al-Hakim Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, no. 736 dan Shahih al-Jami’, no. 6471)
Masih dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu,
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ أَضَآءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ
"Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi di hari Jum’at, maka akan dipancarkan cahaya untuknya di antara dua Jum'at." (HR. Al-Hakim: 2/368 dan Al-Baihaqi: 3/249. Ibnul Hajar mengomentari hadits ini dalam Takhrij al-Adzkar, “Hadits hasan.” Beliau menyatakan bahwa hadits ini adalah hadits paling kuat tentang anjuran membaca surat Al-Kahfi Shahih al-Jami’, no. 6470)
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (QS. Al-Jum'ah: 10)
Pada hari itu, Allah mewajibkan shalat Jum'at dan khutbahnya. Memerintahkan kepada mereka agar bersama-sama mendatanginya untuk menyatukan hati dan membina persatuan mereka. Fungsi lainnya, kegiatan Jum'atan menjadi media taklim (pengajaran) untuk orang jahil di antara mereka, dan untuk memberikan peringatan bagi yang lalai. Juga sebagai media meluruskan orang yang menyimpang. Oleh sebab itu, Allah mengharamkan semua kesibukan dengan urusan dunia dan setiap aktifitas yang memalingkan dari menghadiri Shalat Jum'at saat sudah dikumandang panggilan Shalat.
Allah telah menyediakan janji istimewa bagi hamba-Nya yang memuliakan hari tersebut dengan pahala yang besar ampunan dosa selama satu pekan. Yakni apabila ibadah Jum'at yang dikerjakan hamba tersebut baik dan menghiasinya dengan syarat-syarat kesempurnaanya.
Diriwayatkan dari Aus bin Aus Radliyallah 'Anhu, berkata, "aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ ثُمَّ بَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا
"Barangsiapa mandi pada hari Jum'at, berangkat lebih awal (ke masjid), berjalan kaki dan tidak berkendaraan, mendekat kepada imam dan mendengarkan khutbahnya, dan tidak berbuat lagha (sia-sia), maka dari setiap langkah yang ditempuhnya dia akan mendapatkan pahala puasa dan qiyamulail setahun." (HR. Abu Dawud no. 1077, al-Nasai no. 1364 Ahmad no. 15585)
Diriwayatkan dari Salman Radliyallah 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
لَا يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ فَلَا يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الْإِمَامُ إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى
"Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at dan bersuci semampunya, berminyak dengan minyaknya atau mengoleskan minyak wangi yang di rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan), kemudian dia mendirikan shalat sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan khutbah dengan seksama ketika imam berkhutbah, melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi) antara Jum’at tersebut dan Jum’at berikutnya." (HR. Bukhari dalam Shahih-nya, no. 859)
Pada hari Jum'at terdapat satu waktu yang mubarakah (diberkahi) yang ditunjukkan oleh hadits shahih dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah membicarakan tentang hari Jum'at lalu beliau bersabda,
إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَقَالَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا
"Sesungguhnya pada hari Jum'at itu terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim berdiri berdoa memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia akan mengabulkannya." Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, -yang kami pahami- untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat)." (Muttafaq 'Alaih)
Maka hendaknya kita menyibukkan diri dengan berbagai bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah, berbekal diri dengan takwa, amalan-amalan sunnah, zikir, doa, dan memperbanyak shalawat kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Dari Aus bin Aus Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam:
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ قَالَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلَاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرَمْتَ قَالَ يَقُولُونَ بَلِيتَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ
"Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling afdhal adalah hari Jum'at. Karenanya perbanyaklah shalawat atasku pada hari itu, karenasesungguhnya shalawat kalian akan disampaikan kepadaku. Aus berkata: para shahabat berkata: "Ya Rasulallah, bagaimana shalawat kami atasmu akan disampaikan padamu sedangkan kelak engkau telah lebur dengan tanah?" Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjawab: "Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi memakan jasad para Nabi." (HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al Hakim dengan sanad yang shahih)
Hendaknya pada hari itu, kaum muslimin mengosongkan hati dari memikirkan kesibukan duniawi, lalu menyibukkan diri dengan taubat dan istighfar, zikir, bertasbih dan membaca Al-Qur'an. Khususnya membaca surat al-Kahfi, seperti yang ditunjukkan hadits dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ َقَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ
"Siapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, maka dipancarkan cahaya untuknya sejauh antara dirinya dia dan Baitul 'Atiq." (HR. Al-Darimi, no. 3273. Juga diriwayatkan al-Nasai dan Al-Hakim Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, no. 736 dan Shahih al-Jami’, no. 6471)
Masih dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu,
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ أَضَآءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ
"Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi di hari Jum’at, maka akan dipancarkan cahaya untuknya di antara dua Jum'at." (HR. Al-Hakim: 2/368 dan Al-Baihaqi: 3/249. Ibnul Hajar mengomentari hadits ini dalam Takhrij al-Adzkar, “Hadits hasan.” Beliau menyatakan bahwa hadits ini adalah hadits paling kuat tentang anjuran membaca surat Al-Kahfi Shahih al-Jami’, no. 6470)
Rabu, 18 September 2013
Kontes Miss World Dalam Timbangan Syariat Islam
Ajang Miss World yang hendak digelar
di negeri ini wajib digagalkan. Pasalnya, perhelatan Miss World –atau
apapun namanya– adalah perhelatan yang bertentangan dengan ‘aqidah dan syariat
Islam, dan sarat dengan pesan-pesan yang merusak sendi-sendi keluhuran agama
Islam. Seluruh kaum Muslim di negeri ini wajib menggagalkan perhelatan
itu dengan cara apapun, sesuai dengan batas-batas yang ditetapkan oleh
syariat. Seorang Mukmin haram berdiam diri, lebih-lebih lagi turut serta
memberikan andil dan dukungan terhadap kelangsungan acara tersebut.
Berikut ini adalah alasan-alasan
mengapa kaum Muslim wajib menolak dan menggagalkan ajang Miss World.
Bertentangan Dengan Perintah Untuk
Memelihara Pandangan (Ghadldl al-Bashar)
Perhelatan Miss World bertentangan
dengan firman Allah swt yang mewajibkan kaum Mukmin dan Mukminat untuk
memelihara pandangannya. Allah swt berfirman:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ
أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ
خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada laki-laki yang
beriman, “Hendaklah mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya;
yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka perbuat.”[TQS Al Nuur (24):30]
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ
مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَائِهِنَّ أَوْ ءَابَاءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ
أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ
أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا
عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا
يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا
الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada wanita yang
beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya,
dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera
suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara
laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau
wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya
agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”[TQS
Al Nuur (24):31]
Imam al-Syaukani, dalam kitab Fath
al-Qadir, menyatakan, “Tatkala Allah swt menerangkan hukum meminta ijin,
Allah swt juga menyertakan hukum melihat (hukm al-nadhr) dalam bentuk
umum. Di mana, di atas hukum umum tersebut dijelaskan hukum menjaga
pandangan dari orang yang meminta ijin, seperti yang dituturkan oleh Nabi saw,
“Sesungguhnya, ijin itu ditetapkan untuk menjaga pandangan.” Selain itu, kaum
Mukmin juga dilarang memandang wanita Muslimat yang bukan mahramnya, seperti
halnya ada larangan bagi kaum Mukmin melihat wanita a’jam (asing).
Ini ditujukan untuk mencegah terjadinya praktek zina, yang salah satu bagian
dari zina adalah memandang wanita asing. Jika kaum Mukmin dilarang
melihat wanita asing, lebih-lebih lagi wanita-wanita Mukminat….Sedangkan yang
dimaksud dengan menjaga pandangan (ghadldl al-bashar) adalah ithbaaq al-jafn
‘ala ‘ain (mengatupkan kelompok mata di atas mata), agar mata tidak bisa
melihat….Mayoritas ulama berpendapat, bahwa huruf min dalam frase “min
absharihim” berfungsi untuk membatasi (li al-tab’iidl). Oleh karena itu,
makna ayat tersebut adalah menjaga pandangan dari apa-apa yang diharamkan, dan
membatasi diri hanya memandang hal-hal yang dihalalkan..Ayat ini merupakan
dalil yang menunjukkan haramnya melihat apa-apa yang haram untuk dilihat.”[1]
Imam Ibnu Katsir menyatakan, “Ayat
ini merupakan perintah Allah swt kepada hamba-hambaNya yang Mukmin agar menjaga
pandangannya dari hal-hal yang diharamkan. Oleh karena itu, janganlah
mereka memandang, kecuali pada hal-hal yang diperbolehkan atas mereka; dan
hendaklah mereka menahan (menjaga) matanya dari hal-hal yang diharamkan.
Hanya saja, telah ada kesepakatan, jika seseorang memandang wanita asing
tidak dengan sengaja, maka ia harus segera memalingkan pandangannya.
Ketentuan ini sejalan dengan hadits yang dituturkan oleh Imam Muslim dari Jarir
bin ‘Abdullah al-Bajaliy; bahwasanya ia berkata, “Saya pernah bertanya kepada
Rasulullah saw mengenai pandangan yang tidak sengaja. Beliau saw memerintahkan
aku untuk memalingkan pandanganku”.[2]
Imam al-Suyuthiy dalam kitab al-Durr
al-Mantsur, menuturkan beberapa riwayat yang berkenaan dengan ayat di atas
(al-Nuur:30). Diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dari Ali bin Abi
Thalib, bahwasanya Ali ra berkata, “Di masa Nabi saw, ada seorang laki-laki
sedang berjalan di salah satu jalan di kota Madinah, dan ia memandang seorang
wanita. Wanita itu juga memandang dirinya. Lalu, keduanya dibisiki oleh
setan, dimana satu dengan yang lain tidak saling memandang kecuali keduanya
saling tertarik. Laki-laki itu berjalan di sisi tembok, dan terus
memandang wanita itu. Tanpa ia sadari, tembok itu telah berada di
depannya, dan hidungnya pun menabrak tembok hingga berdarah. Laki-laki itu
berkata, “Demi Allah, aku tidak akan menyeka darahku ini, hingga Rasulullah saw
mendatangiku. Lalu, ada seorang laki-laki menyampaikan masalah itu
kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw pun mendatanginya, dan laki-laki
itu pun menceritakan kisahnya kepada Nabi saw. Nabi saw bersabda, “Ini adalah
hukuman atas dosamu.” Kemudian, turunlah firman Allah swt surah
al-Nuur:30″. Diriwayatkan juga dari Qatadah, bahwa makna firman Allah
swt, “qul lil mukminiin yaghudldluu min abshaarihim”, adalah, “menjaga
pandangan dari hal-hal yang tidak dihalalkan memandangnya..”[3]
Imam Qurthubiy juga menyitir
pendapat dari Qatadah, bahwa maksud ayat ini adalah agar kaum Mukmin menjaga
pandangannya dari hal-hal yang tidak dihalalkan bagi mereka.[4] Menurut
Imam Qurthubiy, hukum menjaga pandangan dari semua hal yang diharamkan dan dari
hal-hal yang dikhawatirkan bisa menyebabkan fitnah, adalah wajib. Imam
Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Sa’id al-Khudriy,
bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Hindarilah oleh kalian, duduk-duduk di
jalanan “. Para shahabat bertanya, “Ya Rasulullah, tidaklah kami duduk di
pinggir jalan, kecuali hanya sekedar berbincang-bincang saja.” Nabi saw
saw berkata, “Jika kalian tidak bisa menghindari untuk duduk-duduk di pinggir
jalan, maka, penuhilah hak-hak pengguna jalan.” Para shahabat bertanya,
“Ya Rasulullah, apa hak pengguna jalan itu? Nabi menjawab,” Menjaga
pandangan, menyingkirkan bahaya, membalas salamnya, dan amar ma’ruf nahi
‘anil mungkar”.[HR. Bukhari dan Muslim][5]
Imam Baidlawiy, dalam Tafsir al-Baidlawiy
menafsirkan QS. Al-Nuur (24):31 dengan menyatakan, “Hendaknya para wanita
tidak melihat bagian tubuh laki-laki yang tidak dihalalkan bagi mereka untuk
melihatnya.”[6] Imam Syaukani dalam kitab Fath al-Qadiir
menjelaskan; ayat ini seperti halnya surat al-Nuur ayat 30, merupakan dalil
yang menunjukkan haramnya wanita Mukminah memandang apa-apa yang
diharamkan.[7]
Imam Qurthubiy menyatakan, bahwa
ayat ini berfungsi untuk menegaskan (ta’kiid) perintah gadldlu
al-bashar (menjaga pandangan) kepada para wanita Muslimat. Sebab,
pada ayat sebelumnya, yakni surat al-Nuur ayat 30, sudah ada perintah
kepada wanita Muslimat agar menjaga pandangan dan kemaluannya. Sebab, frase “wa
qul lil mukminiin” adalah frase umum yang berlaku bagi kaum laki-laki dan
wanita; seperti halnya setiap khithab umum yang ada di dalam
al-Quran.[8] Perintah ini kemudian dipertegas kembali pada ayat
berikutnya (surat al-Nuur:31).
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwasanya seorang Mukmin dan Mukminat wajib memelihara
pandangannya dengan cara tidak melihat aurat laki-laki atau wanita asing
(bukan mahram). Tidak hanya sebatas itu juga, mereka juga dilarang
memandang lawan jenisnya, dengan maksud untuk dinikmati, dikagumi, atau
dipandang secara terus menerus; meskipun wanita itu telah menutup auratnya.
Adapun pandangan yang tiba-tiba atau
tidak disengaja; hukumnya tidaklah haram. Hanya saja, setelah pandangan
pertama, mereka harus segera memalingkan pandangannya ke arah yang lain.
Imam Bukhari menuturkan sebuah riwayat, bahwasanya Sa’id bin Abi al-Hasan
pernah berkata kepada al-Hasan, ketika ada seorang wanita ‘ajam (asing) yang
dada dan kepalanya terbuka, “Palingkanlah pandanganmu.”[HR.
Bukhari]
Imam Ahmad meriwayatkan sebuah
hadits, dari Jarir bin ‘Abdullah, bahwasanya ia berkata;
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظْرَةِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِي أَنْ أَصْرِفَ
بَصَرِي
“Saya bertanya kepada Rasulullah
saw tentang pandangan tiba-tiba (tidak sengaja). Nabi saw menjawab,
“Palingkanlah pandanganmu.”[HR. Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan
Turmudziy]
Dari Buraidah ra dituturkan,
bahwasanya ia berkata,
قَالَ يَا عَلِيُّ لَا تُتْبِعْ
النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ الْأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الْآخِرَةُ
“Nabi saw bersabda kepada Ali ra,
“Wahai Ali, janganlah kamu ikuti pandangan pertama dengan pandangan
berikutnya. Sesungguhnya, yang boleh bagimu adalah pandangan yang
pertama, bukan yang berikutnya.” [HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Turmudziy]
Atas dasar itu, laki-laki dan wanita
Mukmin wajib menjaga pandangannya satu dengan yang lain. Seorang
laki-laki tidak diperbolehkan memandang aurat wanita begitu juga sebaliknya,
wanita tidak diperbolehkan memandang aurat laki-laki. Adapun selain
aurat, baik laki-laki dan wanita diperbolehkan melihatnya dengan tidak disertai
maksud untuk menikmatinya, atau untuk memenuhi keinginan hawa nafsunya.
Ajang Miss World justru menjadikan
semua perbuatan yang dilarang oleh Islam sebagai sebuah event yang wajib
ditonton dan dipertontonkan; mulai dari pamer aurat, menonjolkan
kecantikan (tabarruj), eksploitasi seksualitas, serta perbuatan-perbuatan haram
lainnya. Padahal, bukankah kaum Mukmin dan Mukminat diperintah
untuk memelihara pandangannya?
Bertentangan Dengan Perintah Menutup
Aurat
Perintah menutup aurat disebutkan
dalam al-Quran dan Sunnah. Seorang Mukmin dan Mukminat wajib menutup
auratnya, serta dilarang melihat aurat orang lain, kecuali ada dalil yang
mengkhususkan. Di dalam Al-Quran, Allah swt berfirman: Kewajiban menutup
aurat telah disitir di dalam al-Quran. Allah swt berfirman;
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا
عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ (26)
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami
telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu, dan pakaian indah
untuk perhiasan.”[TQS Al A'raaf (7):26]
Imam Qurthubiy di dalam Tafsir
Qurthubiy menyatakan; ayat ini merupakan dalil wajibnya menutup
aurat. Sebab, Allah swt telah menurunkan kepada kita pakaian yang
digunakan untuk menutup aurat. Para ulama tidak berbeda pendapat mengenai
wajibnya menutup aurat. Mereka hanya berbeda pendapat tentang
bagian tubuh mana yang termasuk aurat.[9]
Di dalam kitab Fath al-Qadir,
dituturkan; jumhur ulama berpendapat, bahwa ayat ini merupakan dalil wajibnya
menutup aurat dalam setiap keadaan, walaupun ia seorang diri, sebagaimana yang
tersebut di dalam hadits-hadits shahih.[10] Dalam kitab al-Muhadzdzab
dinyatakan, bahwa menutup aurat (satru al-’aurat) dari pandangan
mata adalah wajib.[11]
Adapun dalil-dalil sunnah yang
menunjukkan kewajiban menutup aurat bagi laki dan wanita adalah sebagai
berikut;
Imam Muslim, Abu Dawud, dan
Turmudziy meriwayatkan sebuah hadits yang menuturkan, bahwasanya Rasulullah saw
bersabda;
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلَا
الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ
فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ
الْوَاحِدِ
“Sesungguhnya, Rasulullah saw
bersabda, “Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain, dan
janganlah seorang wanita melihat aurat wanita lain. Janganlah seorang
laki-laki tidur dengan laki-laki yang lain dalam satu selimut; dan janganlah
seorang wanita tidur dengan wanita lain dalam satu selimut.”[HR. Imam
Muslim, Abu Dawud, dan Turmudziy]
Imam Mubarakfuriy dalam kitab Tuhfat
al-Ahwadziy menyatakan, bahwa hadits ini merupakan dalil haramnya seorang
laki-laki melihat aurat laki-laki, serta haramnya seorang perempuan melihat
aurat perempuan; begitu juga sebaliknya; seorang laki-laki tidak boleh melihat
aurat wanita, dan wanita tidak boleh melihat aurat laki-laki.[12]
Bahz bin Hakim meriwayatkan sebuah
hadits dari bapaknya, dan bapaknya berasal dari kakeknya, bahwasanya kakeknya
berkata;
قُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ
عَوْرَاتُنَا مَا نَأْتِي مِنْهَا وَمَا نَذَرُ قَالَ احْفَظْ عَوْرَتَكَ إِلَّا
مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِذَا
كَانَ الْقَوْمُ بَعْضُهُمْ فِي بَعْضٍ قَالَ إِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ لَا يَرَاهَا
أَحَدٌ فَلَا يَرَاهَا قَالَ قُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِذَا كَانَ أَحَدُنَا
خَالِيًا قَالَ فَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ يُسْتَحْيَا مِنْهُ مِنْ النَّاسِ
“Saya bertanya kepada Rasulullah
saw, “Ya Rasulullah, terhadap aurat kami, apa yang boleh kami tampakkan dan apa
yang harus kami tutup? Nabi saw menjawab, “Jagalah auratmu, kecuali
kepada isteri-isterimu dan budak-budak yang kamu miliki.” Saya bertanya
lagi, “Lalu, bagaimana jika ada suatu kaum, dimana satu dengan yang lain bisa
saling melihat auratnya? Nabi saw menjawab, “Jika kamu mampu, jangan
sampai auratmu dilihat oleh seorangpun. Oleh karena itu, janganlah seseorang
melihat aurat orang lain.” Saya bertanya lagi, “Bagaimana, jika
seorang diantara kami telanjang? Nabi menjawab, “Harusnya ia lebih
malu kepada Allah swt.”[HR. Jama'ah kecuali Imam al-Nasaaiy]
Imam Syaukani, dalam kitab Nail
al-Authar, menyatakan, bahwasanya hadits di atas merupakan dalil mengenai
wajibnya menutup aurat di setiap waktu, kecuali saat buang air, bersenggama,
mandi; dan wajibnya menutup aurat di hadapan semua orang, kecuali di hadapan
isteri, budak, dokter, saksi,dan qadliy ketika ada persengketaan.[13]
Hadits ini juga menunjukkan larangan mandi di satu kolam, dimana, satu dengan
yang lain saling melihat aurat.[14]
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah
hadits di dalam Tarikh-nya, bahwasanya Mohammad bin Jahsiy berkata;
مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا مَعَهُ عَلَى مَعْمَرٍ وَفَخِذَاهُ مَكْشُوفَتَانِ
فَقَالَ يَا مَعْمَرُ غَطِّ فَخِذَيْكَ فَإِنَّ الْفَخِذَيْنِ عَوْرَةٌ
“Rasulullah saw melewati Ma’mar yang
saat itu kedua pahanya sedang terbuka. Beliau bersabda, “Hai Ma’mar
tutuplah kedua pahamu. Sebab, paha itu adalah aurat.”[HR. Imam Ahmad, Hakim, dan Bukhari di dalam kitab Tarikh-nya],
Jarhad meriwayatkan sebuah hadits
dari bapaknya, bahwasanya bapaknya berkata;
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِهِ وَهُوَ كَاشِفٌ عَنْ فَخِذِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَطِّ فَخِذَكَ فَإِنَّهَا مِنْ الْعَوْرَةِ
“Rasulullah saw tengah lewat,
sedangkan saat itu saya sedang memakai kain dan paha saya terbuka. Beliau
pun bersabda, “Tutuplah pahamu, karena paha itu adalah aurat.”[HR. Imam
Ahmad, Malik, Abu Dawud dan Turmudziy]
Diriwayatkan dari Aisyah ra,
bahwasanya ia berkata;
أَنَّ
أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ
الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتْ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا
هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ قَالَ أَبُو دَاوُد هَذَا
مُرْسَلٌ خَالِدُ بْنُ دُرَيْكٍ لَمْ يُدْرِكْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
“Sesungguhnya Asma binti Abu
Bakar datang menemui Rasulullah saw, sedangkan ia mengenakan pakaian
tipis. Nabi saw pun segera berpaling darinya, seraya bersabda, “Wahai
Asma’, jika seorang wanita telah akil baligh, tidak boleh tampak dari dirinya,
kecuali ini dan ini. Beliau mengisyaratkan wajah dan kedua telapak
tangan.”[HR. Abu Dawud]
Di dalam hadits lain dituturkan,
bahwa Rasulullah saw bersabda;
“Barangsiapa melihat aurat,
hendaknya ia menutupnya.”[HR. Abu Dawud][15]
Hadits-hadits ini menunjukkan dengan
jelas, perintah untuk menutup aurat, dan larangan melihat aurat
orang lain tanpa ada udzur syar’iy. Tidak hanya itu saja, hadits-hadits
di atas diperkuat dengan hadits-hadits yang berisi ancaman bagi siapa saja yang
membuka auratnya di hadapan selain mahram. Larangan ini dikecualikan pada
keadaan-keadaan yang memang dibolehkan oleh syariat, seperti seorang dokter
yang hendak mengobati pasiennya; seorang hakim yang hendak mendapatkan barang
bukti dari orang yang berselisih, orang yang hendak mengkhithbah, dan lain
sebagainya.
Miss World adalah ajang pamer dan
buka aurat. Dan event Miss World bukanlah udzur syar’iy yang membolehkan
seseorang membuka auratnya, atau melihat aurat orang lain.
Bertentangan Dengan Larangan
Tabarruj (Menampakkan Kecantikan di Depan Umum)
Larangan tabarruj ditetapkan
Allah swt di dalam surat al-Nuur ayat 60. Allah swt berfirman:
وَالْقَوَاعِدُ
مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ
أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ
“Perempuan-perempuan tua yang
telah berhenti haidl dan kehamilan yang tidak ingin menikah lagi, tidaklah dosa
atas mereka menanggalkan pakaian mereka tanpa bermaksud menampakkan
perhiasannya (tabarruj).”[TQS Al Nuur (24):60]
Jika wanita tua dilarang untuk
tabarruj, lebih-lebih lagi wanita yang belum tua dan masih mempunyai keinginan
untuk menikah.
Imam Ibnu Mandzur, dalam Lisaan
al-’Arab menyatakan, “Wa al-tabarruj : idzhaar al-mar`ah ziinatahaa wa
mahaasinahaa li al-rijaal (tabarruj adalah menampakkan
perhiasan dan anggota tubuh untuk menaruh perhiasan kepada laki-laki non
mahram.”[16]
Di dalam kitab Zaad al-Masiir
dinyatakan, “Tabarruj, menurut Abu ‘Ubaidah, adalah seorang wanita
menampakkan kecantikannya. Sedangkan menurut al-Zujaj; tabarruj adalah
menampakkan perhiasaan, dan semua hal yang bisa merangsang syahwat
laki-laki…Sedangkan sifat-sifat tabarruj di jaman jahiliyyah ada enam pendapat;
pertama; seorang wanita yang keluar dari rumah dan berjalan diantara
laki-laki. Pendapat semacam ini dipegang oleh Mujahid. Kedua,
wanita yang berjalan berlenggak-lenggok dan penuh gaya dan genit. Ini
adalah pendapat Qatadah. Ketiga, wanita yang memakai wewangian.
Pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu Abi Najih. Keempat, wanita yang
mengenakan pakaian yang terbuat dari batu permata, kemudian ia memakainya, dan
berjalan di tengah jalan. Ini adalah pendapat al-Kalabiy. Kelima,
wanita yang mengenakan kerudung namun tidak menutupnya, hingga
anting-anting dan kalungnya terlihat…..”[17]
Adapun di dalam sunnah, larangan
tabarruj disebut di banyak riwayat. Imam Muslim menuturkan sebuah riwayat,
bahwasanya Rasulullah saw bersabda;
صِنْفَانِ
مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ
الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ
مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ
الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ
كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan manusia yang
menjadi penghuni neraka, yang sebelumnya aku tidak pernah melihatnya; yakni,
sekelompok orang yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk
menyakiti umat manusia; dan wanita yang membuka auratnya dan berpakaian tipis
merangsang berlenggak-lenggok dan berlagak, kepalanya digelung seperti punuk
onta. Mereka tidak akan dapat masuk surga dan mencium baunya.
Padahal, bau surga dapat tercium dari jarak sekian-sekian.”[HR. Imam
Muslim]
Di dalam Syarah Shahih Muslim, Imam
Nawawiy berkata, “Hadits ini termasuk salah satu mukjizat kenabian.
Sungguh, akan muncul kedua golongan itu. Hadits ini bertutur tentang
celaan kepada dua golongan tersebut. Sebagian ‘ulama berpendapat, bahwa
maksud dari hadits ini adalah wanita-wanita yang ingkar terhadap nikmat, dan
tidak pernah bersyukur atas karunia Allah. Sedangkan ulama lain
berpendapat, bahwa mereka adalah wanita-wanita yang menutup sebagian tubuhnya,
dan menyingkap sebagian tubuhnya yang lain, untuk menampakkan kecantikannya
atau karena tujuan yang lain. Sebagian ulama lain berpendapat, mereka
adalah wanita yang mengenakan pakaian tipis yang menampakkan warna kulitnya
(transparan)…Kepala mereka digelung dengan kain kerudung, sorban, atau yang
lainnya, hingga tampak besar seperti punuk onta.”[18]
Imam Ahmad juga meriwayatkan sebuah
hadits dari Abu Hurairah dengan redaksi berbeda.
صِنْفَانِ
مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَا أَرَاهُمَا بَعْدُ نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ
مَائِلَاتٌ مُمِيلَاتٌ عَلَى رُءُوسِهِنَّ مِثْلُ أَسْنِمَةِ الْبُخْتِ
الْمَائِلَةِ لَا يَرَيْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَرِجَالٌ مَعَهُمْ
أَسْوَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ
“Ada dua golongan penghuni
neraka, yang aku tidak pernah melihat keduanya sebelumnya. Wanita-wanita yang
telanjang, berpakaian tipis, dan berlenggak-lenggok, dan kepalanya digelung
seperti punuk onta. Mereka tidak akan masuk surga, dan mencium
baunya. Dan laki-laki yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, yang ia
pergunakan untuk mencambuk manusia.”[HR. Imam Ahmad]
Hadits-hadits di atas merupakan
ancaman yang sangat keras bagi wanita yang menampakkan sebagian atau
keseluruhan auratnya, berbusana tipis, dan berlenggak-lenggok –melakukan
gerakan-gerakan erotis dan merangsang (porno aksi).
Perhelatan Miss World jelas-jelas
masuk dalam larangan hadits-hadits di atas. Untuk itu, tidak ada keraguan
lagi, bahwasanya Miss World adalah event maksiyat yang harus digagalkan dengan
cara apapun.
Bertentangan Dengan Perintah Untuk
Berbusana Islamiy Bagi Wanita, yakni Kerudung dan Jilbab
Miss World adalah event yang dibuat
dan diprakarsai oleh orang-orang kafir. Pada awal kemunculannya, Miss
World dijadikan sebagai sarana untuk mempromosikan bikini. Hingga
sekarang pun, tradisi ini masih terus dipelihara.
Dalam kaitannya dengan busana dan
cara berbusana, Islam telah menetapkan busana khusus yang wajib dikenakan
wanita Muslimat, ketika keluar dari kehidupan khusus (rumah). Busana yang
wajib dikenakan seorang Muslim ketika keluar rumah adalah khimar (kerudung) dan
jilbab (pakaian luas yang dikenakan di atas pakaian sehari-hari).
Perintah menggunakan khimar dan jilbab disebut di dalam al-Quran.
Perintah menggunakan khimar disebut dalam firman Allah swt:
وَلْيَضْرِبْنَ
بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Dan hendaklah mereka menutupkan
kain kerudung ke dadanya..”[TQS Al
Nuur (24):31]
Ayat ini berisi perintah dari Allah
swt agar wanita mengenakan khimar (kerudung), yang bisa menutup kepala, leher,
dan dada. Imam Ibnu Mandzur di dalam kitab Lisaan al-’Arab menuturkan;
al-khimaar li al-mar`ah : al-nashiif (khimar bagi perempuan
adalah al-nashiif (penutup kepala). Ada pula yang menyatakan; khimaar
adalah kain penutup yang digunakan wanita untuk menutup kepalanya. Bentuk
pluralnya adalah akhmirah, khumr atau khumur.[19]
Khimar (kerudung) adalah ghitha’ al-ra’si ‘ala shudur (penutup kepala
hingga mencapai dada), agar leher dan dadanya tidak tampak.[20]
Perintah mengenakan jilbab disebut
di dalam al-Quran:
يَاأَيُّهَا
النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ
عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا
يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min:
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang”.[TQS Al Ahzab (33):59]
Ayat ini merupakan perintah yang
sangat jelas kepada wanita-wanita Mukminat untuk mengenakan jilbab.
Adapun yang dimaksud dengan jilbab adalah milhafah (baju kurung) dan mula’ah
(kain panjang yang tidak berjahit). Di dalam kamus al-Muhith
dinyatakan, bahwa jilbab itu seperti sirdaab (terowongan) atau sinmaar
(lorong), yakni baju atau pakaian longgar bagi wanita selain baju kurung atau
kain apa saja yang dapat menutup pakaian kesehariannya seperti halnya baju
kurung.”[Kamus al-Muhith]. Sedangkan dalam kamus al-Shahhah,
al-Jauhari mengatakan, “jilbab adalah kain panjang dan longgar (milhafah)
yang sering disebut dengan mula’ah (baju kurung).”[Kamus al-Shahhah,
al-Jauhariy]
Bertentangan dengan Larangan
Tasyabbuh (Meniru-niru) Dengan Orang Kafir
Miss World, baik dari sisi asasnya,
sejarah kemunculannya, serta rangkaian kegiatannya merupakan gagasan
orang-orang kafir yang telah menjadi sebuah tradisi. Seorang Muslim dan
Muslimat dilarang tasyabbuh dengan orang kafir, dalam urusan seperti
ini. Keterlibatan serta keikutsertaan seorang Muslimat dalam ajang
ini jelas-jelas termasuk dalam aktivitas tasyabbuh dengan orang kafir.
Padahal, Islam jelas-jelas melarang tasyabbuh dengan orang kafir. Di
dalam al-Quran, Allah swt berfirman:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا وَاسْمَعُوا
وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu katakan (kepada Mohammad) “Raa’ina”, tetapi katakan: “Undzurna”,
dan “dengarlah”. Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih.”[TQS
Al Baqarah (2):104]
Imam Ibnu Katsir, dalam Tafsir Ibnu Katsir, menyatakan, bahwa Allah swt
telah melarang kaum mukmin menyerupai perkataan dan perilaku orang-orang kafir.
[Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, juz 1/149].
Di dalam sunnah, banyak riwayat yang
menuturkan larangan bertasyabbuh dengan orang-orang kafir. Imam Ahmad
mengetengahkan sebuah riwayat dari Ibnu ‘Umar, bahwasanya Rasulullah saw
bersabda:
بُعِثْتُ
بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ
ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي
وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“ Aku telah diutus di hadapan
waktu dengan membawa pedang, hingga hanya Allah semata yang disembah, dan
tidak ada sekutu bagi Allah; dan rizkiku telah diletakkan di bawah
bayang-bayang tombakku. Kehinaan dan kenistaan akan ditimpakan kepada
siapa saja yang menyelisihi perintahku; dan barangsiapa menyerupai suatu kaum,
maka ia termasuk bagian dari kaum tersebut.”[HR. Imam Ahmad]
Masih menurut Imam Ibnu Katsir,
hadits ini berisikan larangan yang sangat keras, serta ancaman bagi siapa saja
yang meniru-niru atau menyerupai orang-orang kafir, baik dalam hal perkataan,
perbuatan, pakaian, hari raya, peribadahan, serta semua perkara yang tidak
disyariatkan bagi kaum muslim. [Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir,
juz 1/149-150]
Tatkala menafsirkan hadits riwayat
Imam Ahmad di atas, Imam al-Manawiy dan al-’Alqamiy, menyatakan,”Hadits
di atas berisikan larangan untuk berbusana dengan busana orang-orang kafir,
berjalan seperti orang-orang kafir, serta berperilaku seperti orang-orang
kafir.”[Mohammad Syams al-Haq, 'Aun al-Ma'buud Syarh Sunan Abi
Dawud, hadits no. 3512]
Al-Qariy berkata, “Barangsiapa bertasyabuh dengan orang-orang
kafir, baik dalam hal pakaian dan lain sebagainya, maka ia termasuk bagian dari
kaum tersebut. Tasyabuh tidak hanya dengan orang-orang kafir
belaka, akan tetapi juga dengan orang-orang fasik, fajir, ahli tasawwuf, dan
orang-orang shaleh. Walhasil, tasyabbuh terjadi dalam hal kebaikan dan
dosa.”[ Mohammad Syams al-Haq,'Aun al-Ma'buud Syarh Sunan Abi
Dawud, hadits no. 3512]
Miss World Membawa Nilai dan Pesan
Yang Bertentangan dengan Islam
Ajang Miss World sarat dengan ide
dan nilai yang bertentangan dengan Islam, yakni kebebasan (liberalism),
feminism, industrialisasi kecantikan, serta revolusi gaya hidup dan cara
pandang terhadap kehidupan. Persepsi-persepsi mulia yang ditanamkan dalam
masyarakat Islam, seperti ‘iffah dan memelihara kehormatan wanita, telah
diluluhlantakkan oleh “sesuatu yang dibawa oleh Miss World dan ajang-ajang
kecantikan lainnya. Lewat Miss World pula, barat berhasil mengubah cara
pandang kaum Muslim, wa bil khusus, Muslimah terhadap kecantikan, wanita ideal,
dan lain sebagainya.
Ringkasnya, Miss World boleh
diibaratkan sebuah pedang yang digunakan oleh orang-orang kafir barat untuk
membunuhi keyakinan dan hukum Islam yang mulia. Oleh karena itu, siapa
saja yang melibatkan dirinya dalam perhelatan maksiyat ini, maka, sama artinya ia
telah menyerahkan leher-lehernya untuk dipancung dengan pedang kemaksiyatan.
Pengaruh Tabarruj Dalam Miss World
Bagi Kaum Muslim
Sesungguhnya, tabarruj telah
memberikan sejumlah implikasi buruk bagi masyarakat, khususnya kaum Muslim.
- Tabarruj dapat mengubah kecenderungan kaum Muslim dari
kecenderungan untuk senantiasa menjaga dan menahan pandangan, menjadi
kecenderungan untuk memuja hawa nafsu dan hasrat seksual. Akibatnya,
laki-laki dan wanita mulai berlomba-lomba untuk menarik lawan jenisnya,
dengan mengenakan pakaian dan perhiasan yang seseksi dan semerangsang
mungkin. Mereka juga menyibukkan diri dengan urusan mempercantik
diri dan menarik maupun memikat lawan jenisnya. Akhirnya, banyak
orang terjatuh pada hubungan-hubungan lawan jenis yang dilarang oleh
syariat Islam, misalnya, pacaran, berkhalwat, perselingkuhan, perzinaan,
dan lain sebagainya.
- Tabarruj bisa mengubah paradigma hubungan laki-laki dan
wanita di dalam Islam; yaitu, hubungan yang didasarkan pada prinsip
ketakwaan, menjadi hubungan yang didasarkan pada pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan biologis semata.
- Tabarruj juga akan melemahkan kaum Muslim dari
upaya-upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah, atau perjuangan untuk
menegakkan kalimat Allah swt. Dengan kata lain, tabarruj akan
melemahkan semangat kaum Muslim untuk menegakkan hukum-hukum Allah, serta
upaya untuk mendakwahkan Islam, baik dengan propaganda maupun jihad.
[]Fathiy Syamsuddin Ramadhan An Nawiy]
Syamsuddin
Ramadhan <syamsuddinramadlan@gmail.com>
Langganan:
Postingan (Atom)